Review: Merantau ke Deli, Buya Hamka

oleh Ella Fitria

Judul : Merantau Ke Deli
Penulis : Hamka
Tempat Peneribit : Jakarta, Gema Insani
Cetakan : ke Tiga
Halaman : 189 halaman

Sebelum aku review buku ini, aku mau ngucapin terimakasih untuk orang yang telah mengenalkanku pada sosok Hamka, ini kali pertama aku baca buku karya Hamka. Walaupun sebelumnya pernah menonton film “tenggelamnya kapal van der wijck” yang diadaptasi dari novel karya Hamka, namun membaca karya beliau bikin atmosfer yang ada di diriku meletup-letup, macam wujud air mendidih dalam panci. Ha ha ha

Dari tampilan novel aku udah jatuh hati ketika membuka halaman pertama, ada lafal “basmallah” dengan tinta merah gitu, jadi makin penasaran. Wah sebenarnya isi novelnya kayak apa, baru kali ini sih nemuin novel halaman pertama yang bertuliskan lafal “basmallah” dengan warna merah pula. Kalo liat warna merah itu duh, gimana ya susah jelasinnya. Cus lanjut ah..
Sumber cerita yang ada di dalam buku ini didapat dari apa yang terjadi di masyarakat Deli, apa yang buya Hamka lihat dan saksisan di Deli.

Buku ini terdiri dari 16 bagian.
Ketika baca bagian pertama dan kedua, aku belum begitu terpikat. Karena bagian pertama dan kedua aku harus mendalami karakter dari beberapa tokoh. Di bagian ketiga dan seterusnya aku baru bisa mewek-mewek membayangkan dan merasakan menjadi bagian dari tokoh. Beeeeuhhh sampai-sampai aku khawatir kalau tiba di halaman terakhir, asli keren banget. Ku tulis sedikit ceritanya ya

Adalah Poniem, seorang perempuan Jawa yang ketika di perantauan harus rela hidup sebagai isteri simpanan dari seorang tuan rumah di sebuah perkebunan di Deli. Dan Leman, seorang pemuda dari Minangkabau yang penuh keyakinan dan optimis di tanah perantauan, loyal, setia, dan percaya kepada sanak familinya. Beberapa kali mereka bertemu, akhirnya Poinem dan Leman memutuskan untuk menikah, benih cinta mereka tumbuh. Mereka memilih pergi dari kehidupan perkebunan. Memulai hidup baru dan hidup berumah tangga dengan perbedaan budaya. Poinem dari Jawa, sedangkan Leman dari Minangkabau.

Hidup mereka berangsur-angsur bahagia, setelah Poniem menyerahkan emas dan tabungannya untuk memulai modal usaha bersama Leman. Leman berjanji dan bersumpah tidak akan meninggalkan Poniem, janji dan sumpah itu diikuti oleh janji-janji kehidupan yang terucap oleh Leman setulus yang bisa ia lakukan kepada Poniem.

Kehidupan rumah tangga mereka mengalami guncangan hebat ketika muncul dorongan keluarga besar Leman di kampung agar Leman beristerikan perempuan Minangkabau, terlebih Poniem sudah menikah bertahun-tahun belum juga memiliki buah hati. Kemudian Leman menikah lagi dengan perempuan asli Minangkabau yakni Mariatun. Akhirnya kesabaran, keikhlasan, kesetiaan Poniem di uji ketika sosok Mariatun ikut menempati rumah mereka. Janji kehidupan yang pernah Leman jaminkan kepadanya sudah tidak berlaku lagi, kenyataannya Leman menduakannya.

Dua kapal satu jurangan. Begitulah aku membayangkan. Rumah yang tadinya seperti surga, kini menjadi seperti neraka. Hingga akhirnya Leman memilih menceraikan Poniem isteri yang sabar menemani Leman dari miskin hingga Leman menjadi saudagar kaya seperti sekarang. Poniem meninggalkan rumahnya menuju Medan dan ditemani oleh Suyono laki-laki Jawa yang menjadi kuli di kedai Leman. Hingga akhirnya Suyono berani memperisteri Poniem, pundi-pundi rupiah mereka kumpulkan untuk membeli rumah di Deli. Setelah Suyono dan Poniem pindah ke Deli, mereka bertemu dengan Leman, Mariatun serta anak perempuan Leman. Usaha Leman bangkrut, dan akhirnya Leman memutuskan membawa Mariatun serta anak perempuannya kembali ke tanah Minangkabau akibat malu kepada Poniem dan Suyono.

Nilai-nilai yang bisa aku dapatkan dari kisah ini yakni lebih meyakini dengan janji Gusti, janji kehidupan yang Gusti jamin ketika kita berjalan di ‘rule‘Nya, hati-hati terhadap sumpah dan janji, seperti yang Leman katakan kepada isterinya sebelum ia menduakan dengan perempuan yang lebih muda dan cantik. Benar kata pepatah, roda akan berputar sama persis dengan kehidupan ini. Aku bisa belajar tentang keikhlasan, kesabaran, budi pekerti yang Poniem tunjukan kepada Mariatun isteri kedua dari Leman. Tanpa dendam, walapun sakit hati, hancur hatinya namun ia bisa menjadi perempuan hebat tanpa menunjukkan sikap dan sifat yang kurang baik.

Penilaian untuk buku ini dari range 1-10 aku kasih 9 deh, karena bagus banget asli. Keren. Recommended bangeeeeeet….

Ella Fitria

You may also like

0 0 vote
Rating Artikel
Subscribe
Notifikasi
guest
0 Komentar
Feedback Sebaris
Lihat semua komentar