by Ella Fitria | 15 September 2023

Siapa yang suka belanja? Kalau dapat pertanyaan seperti itu, pasti aku jawab dengan suara paling kencang dong. Terlebih, kalau belanjanya via online di tanggal dan bulan yang kembar. Tahu kan alasannya? Tentu saja karena banyak diskon dan promo menarik.

Bagiku, belanja online memberikan kemudahan dalam hidupku yang tinggal jauh dari pusat kota. Pasalnya, aku cukup di rumah saja, nggak perlu menempuh perjalanan berpuluh kilo meter untuk membeli suatu produk. Selain itu, aku juga nggak perlu antre dan capek membandingkan harga produk dari toko yang satu ke toko yang lain.

Di sisi lain, ketika memutuskan belanja online, kita nggak bisa mengetahui 100% kualitas produk yang dikirim, bukan? Hal ini karena kita nggak bisa memegang atau mengecek produknya secara langsung. Bahkan, di antara kita nggak sedikit yang mengalami pengalaman pahit saat berbelanja online.

Karena itu, secara nggak langsung kita dituntut supaya menjadi konsumen cerdas dan bijak saat belanja online. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah membaca deskripsi produk dengan teliti. Pastikan, jangan hanya membaca judul produk karena biasanya judul produk dipakai penjual untuk mengoptimalkan pencarian yang bisa saja berbeda dengan produk aslinya. Selain itu, pastikan untuk membaca review dari pembeli lain supaya kita tahu kualitas produk yang akan dibeli.

Dengan makin berkembangnya dunia internet, makin banyak pula kejahatan siber yang terjadi. Menurut situs patrolisiber.id, terdapat 15.152 aduan kejahatan siber pada Januari-September 2021. Bahkan 4.601 diantaranya adalah penipuan. Aku pun pernah tertipu saat belanja online. Untuk cerita lengkapnya sudah aku tulis di artikel sebelumnya. Teman-teman bisa mampir ke artikel tersebut supaya kita bisa menjadi pembeli yang bijak

Selain pernah tertipu, aku juga memiliki pengalaman yang cukup menggelitik karena mengalami peristiwa yang nggak terduga. Mungkin, pengalaman di bawah ini bisa menambah insight untuk teman-teman agar lebih aware saat berbelanja online. Dengan begitu, pengalaman belanja online akan lebih menyenangkan, aman, dan terhindar dari risiko yang nggak diinginkan.

Pengalaman di bawah ini merupakan pengalaman belanja online-ku dan suami sebelum dan sesudah menikah. Kami memang sering berbagi cerita mengenai pengalaman unik di kehidupan kami berdua, termasuk pengalaman belanja online. Selain bisa dijadikan pengalaman berharga, hal ini sering membuat kami tertawa ketika mengingat dan membayangkannya kembali.

Balada Paket Datang Tapi Menghilang

Baru beberapa hari yang lalu, paketku tiba-tiba hilang padahal status di-ecommerce paket sudah tiba di rumah. Hal ini belum pernah terjadi karena selama ini aku selalu mengawasi perjalanan paket secara berkala di informasi resi atau pun melalui CCTV rumah. Kebetulan, sore itu, posisiku dan suami sedang di luar rumah, hanya ada tukang kebun (seorang nenek) yang sedang bersih-bersih di kebun belakang rumah kami.

Setelah kami mengecek resi, paket tersebut sudah tiba pada sore hari. Hal ini terbukti dari informasi status paket yang cukup akurat. Pasalnya, terdapat informasi waktu kapan paket itu tiba beserta bukti pengirimannya. Selain itu, kurir pun mengirimkan bukti foto paket ke kontak WhatsApp-ku karena beliau memang sudah sering mengirim paket ke rumahku. Nah, beberapa jam kemudian, aku dan suami pulang ke rumah.

Namun, saat kami tiba di rumah, kami nggak menemukan paket di depan pintu. Padahal, biasanya kurir selalu menaruh paket-paketku di depan pintu rumah dekat garasi. Kami bergegas mencoba mencari paket tersebut di berbagai area rumah, tetapi paket tersebut tetap nggak ketemu.

Lantas, aku berinisiatif untuk melihat rekaman CCTV yang dipasang di samping rumah. Betapa kagetnya saat kami melihat paket tersebut dibawa oleh nenek yang tadi membersihkan kebun. What’s going on here? Kami merasa peristiwa ini agak aneh karena nenek tersebut nggak pernah mengambil barang atau paket apa pun yang datang selama dia bekerja di rumah kami.

“Yah, ternyata paketnya dibawa sama si nenek!” teriakku terheran-heran.

“Sini, coba lihat videonya! Masa sih si nenek ambil paketnya? Biasanya aman-aman saja.” sahut suami.

“Iya nih, coba lihat! Padahal di video, nenek sudah sampai jalan raya, lho. Kok bisa-bisanya dia balik lagi ambil paket di depan pintu? Terus lanjut jalan pulang tuh, Yah.” Kataku masih terheran-heran.

“Tapi kalau niatnya jahat, masa si nenek bawa paketnya dijinjing, nggak diumpetin ya, buk? Lagi pula gerak gerik nenek juga nggak kelihatan mencurigakan, santai banget.” Kata suami mencoba berpikir jernih.

“Coba aku tanya ke ibu (orang tuaku) saja, ya? Ibu tahu rumah beliau, Yah. Biar ibu yang cari tahu ke rumahnya.” Ucapku.

Screenshot chat dan lokasi paket dilihat dari CCTV
Screenshot chat dan lokasi paket dilihat dari CCTV

Nggak lama setelah itu, ibuku langsung menuju rumah si nenek untuk menanyakan paket. Menurut keterangan dari ibuku, saat si nenek pulang, beliau sengaja balik lagi untuk mengambil paket karena rumah kami tampak sepi. Paket tersebut juga nggak dibawa nenek pulang ke rumahnya, melainkan dititipkan ke tetangga depan rumahku. Niat beliau hanya mengamankan paket tersebut.

Setelah tahu informasi itu rasanya lega banget. Hampir saja kami berprasangka buruk pada nenek yang sebenarnya memiliki niat yang baik. Sejak awal bekerja di rumah kami, si nenek memang tidak tahu kalau rumah kami sudah terpasang CCTV. Jadi, menurutnya paket akan lebih aman kalau dititipkan ke tetangga. Lagipula, saat itu juga sudah sore, makanya nenek mengira kami tidak pulang karena biasanya kami menginap di rumah ibu saat weekend.

Misteri Kurir "Joki" yang Mencurigakan

Selain paket yang hilang, aku juga pernah mengalami pengiriman paket dari kurir yang mencurigakan. Saat itu, aku sedang menunggu paket yang hampir sampai. Makanya, secara berkala aku melakukan cek resi karena posisiku sedang di luar rumah. Siapa tahu paket sudah datang sehingga aku bisa langsung mengeceknya lewat CCTV.

Beberapa saat kemudian, akhirnya resi menunjukkan kalau paket sudah tiba. Buru-buru, aku langsung mengecek CCTV untuk memastikan keberadaan paket. Namun, lagi-lagi paket nggak terlihat di depan pintu seperti biasa. Seharusnya, paket tersebut cukup jelas terlihat jika sudah sampai karena isinya barang yang cukup besar.

Akhirnya, aku memutuskan untuk mengecek riwayat rekaman CCTV sekali lagi, barangkali memang paketnya belum sampai atau ditaruh di area lain oleh kurir yang mengirimkan. Ketika mengecek rekaman lagi, sama sekali aku nggak menemukan video kurir yang berhenti di rumah. Kemudian, aku mencoba menghubungi kurir yang sering ke rumahku. Biasanya, dia juga mengirim pesan berupa foto ketika paket tiba, tetapi anehnya hari itu dia nggak memberi kabar apa pun. Mungkin dia lagi sibuk, pikirku.

Beberapa hari sudah terlewati, tapi paket belum aku terima. Kurir yang biasa mengantar pun nggak merespons chat-ku. Aku mencoba membuka rekaman CCTV terbaru, tetapi belum ada hasilnya. Alhasil, aku mencoba menanyakan keberadaan paket ke customer service ekspedisi yang bersangkutan.

Pihak customer service memberitahukan kalau paket tersebut sudah diterima. Aku komplain kalau paket tersebut nggak kami terima dong. Kami juga sudah memeriksa area rumah bagian depan dan samping, tetapi kami nggak menemukan paket tersebut. Aku pun mencoba mengecek bukti pengiriman dari resi, tetapi foto penerima paketnya gelap. Padahal, biasanya foto penerima paket tampak jelas di area depan pintu rumah. Saat aku mulai pasrah, tiba-tiba ada notifikasi chat dari kurir. Aku pun langsung bilang ke suamiku.

“Yah, kata mas kurir yang biasanya, paket kita sudah diantar dari kemarin-kemarin, lho. Ini kurirnya tiba-tiba balas Whatsapp aku.” Kataku ke suami.

“Masa sih, kok nggak ada rekaman CCTV kurir itu mampir ke rumah, buk?” Jawab suami nggak percaya.

“Bentar, aku kirim saja foto gelap yang ada di resi, ya! Biar kita tahu jawabannya, kok bisa keterangan penerima paket, fotonya gelap.” Kataku.

Setelah aku kirim fotonya sekaligus konfirmasi siapa yang menerima paket tersebut, kurir nggak kunjung membalas. Rasanya aneh sekali, bahkan sampai hari berikutnya si kurir juga nggak membalas pesanku. Kami mencoba menghubungi kurir beberapa kali lagi dan menanyakan persoalan ini ke customer service. Nah, setelah beberapa hari akhirnya kurir membalas pesanku.

Menurut keterangan dari kurir, beberapa hari yang lalu dia sedang sakit. Jadi, dia nggak bisa berkomunikasi atau fast respon dalam membalas pesan. Saat itu, dia pun meminta teman kurirnya untuk mengirim paket ke rumah kami. Katanya, paketku diletakkan di tempat yang aman karena saat itu rumah kami tampak sepi. Aku pun mencoba make sure dengan bertanya di mana paket tersebut diletakkan, tetapi nihil nggak ada jawaban lagi.

Aku mulai berpikir, jika ada kurir yang mampir ke rumah, kenapa nggak terlihat di rekaman CCTV? Namun, kalau kurir tersebut nggak datang ke rumah, kenapa kurir “joki” itu tahu kalau rumah kami kosong saat itu? Misteri ini malah bikin kami tambah pusing. Sambil menunggu kepastian, kami mencoba kembali menelusuri seluruh area rumah barangkali ada yang terlewat.

“Buk, ternyata ada paket di gudang belakang rumah!” Teriak suamiku memberi tahu.

“Oalah. Ternyata paketnya ditaruh situ, to. Tapi kok kurirnya bisa masuk ke gudang belakang sih, Yah? Dia lewat mana coba? Kan pagar belakang dikunci terus.” Tanyaku terheran-heran.

Denah rumah dan kebun kami

Akhirnya, teka-teki ini pun terjawab. Mungkin karena kurir “joki” ini baru pernah ke rumah kami sehingga dia nggak tahu kalau biasanya paket diletakkan di depan pintu samping rumah. Asumsi kami, dia kebingungan menaruh paket dan jalan berputar ke kebun samping rumah yang nggak ada CCTV. Makanya, selama ini nggak kelihatan ada kurir yang mampir. Bisa jadi dia memanjat pagar untuk menuju ke gudang belakang rumah yang semi terbuka tersebut. Ada-ada saja, ya?

HP Suami yang Mampir Jadi Kaum Urban

Nah, cerita ketiga adalah cerita dari suami yang sedang menunggu smartphone pertamanya yang sangat diidam-idamkan. Maklum, HP tersebut adalah smartphone Android pertama yang dia beli. Sejak awal kuliah, dia hanya memakai feature phone made in China. Lalu, karena merasa tertinggal dengan teman-temannya yang sudah menggunakan Android, dia mulai menabung untuk membeli HP dengan OS Android.

Berbekal browsing di internet dan review di Youtube, dia memutuskan membeli HP yang lagi hits saat itu. Namun, sangat disayangkan HP tersebut belum tersedia di beberapa toko di tempat tinggalnya. Hal ini dikarenakan lokasinya yang berada di desa dan jauh dari kota besar. Mau nggak mau, suamiku harus membelinya secara online melalui official web store brand tersebut.

Saat itu, tren jual beli online dan marketplace belum begitu ramai seperti sekarang ini. Sistem pengiriman menggunakan resi pun masih belum familiar di kalangan orang awam. Dengan kemantapan hati dan sedikit pengetahuan tentang cara belanja online, suamiku memutuskan membeli HP di official web store. Padahal, itu adalah pengalaman pertama belanja online bagi dia.

Hari berlalu, hampir dua minggu suamiku menunggu kedatangan HP idaman datang. Bahkan, suamiku rela pulang ke kampung halaman demi menunggu HP yang dialamatkan ke rumah. Setelah menunggu tanpa kepastian, akhirnya ada telepon dari pihak kurir yang menginformasikan bahwa paket nggak bisa dikirim karena alamat yang dituju nggak ditemukan. Kurang lebih percakapannya seperti ini:

“Halo, dengan Bapak Aji Ervanto? Kami tidak bisa menemukan alamat rumah bapak di Purwokerto” Kata kurir di telepon.

“Hah? Alamatnya benar kan, Pak? Purwokerto RT xx/ RW yy, Kecamatan Patebon?” Tanya suamiku penasaran.

“Di paket tulisannya benar, tetapi kami tidak bisa menemukan Kecamatan Patebon di Kota Purwokerto, Pak.” Jelas kurir.

“Purwokerto itu nama desa, Pak, bukan Purwokerto kota. Saya ada di Kabupaten Kendal. Waduh, berarti paket saya nyasar di Kota Purwokerto, ya?” Kata suami dengan rasa khawatir.

“Benar, Pak, nanti kami jadwalkan pengiriman ulang dari sini kalau begitu. Mohon maaf sebelumnya.” Kata kurir.

Tentu, momen paket nyasar ini membuat suamiku khawatir dan gelisah. Kok bisa paketnya kesasar jauh, padahal dia sudah lama menunggu. Setelah dicek, ternyata masalahnya ada pada format penulisan alamat. Suamiku menuliskan rincian alamat nama desa tanpa dilengkapi tulisan “desa” yang menjadikannya ambigu apakah itu nama kota, desa, atau dusun.