Sepenggal Kisah Menebar Kebaikan untuk Malaikat Kecil

Table of Contents

Ilustrasi Bayu di Sekolah

Tiap pagi langit halaman sekolahku dipenuhi senyum dan doa dari para orang tua yang mengantar anaknya. Aku ingat betul ketika pertama kali masuk ke ruang kelas dan berkenalan dengan anak-anak pada awal semester lalu. Minggu pertama, formasi anak-anak masih lengkap, mereka terlihat semangat dan menikmati kelas baru.

Masuk minggu kedua, ketiga, hingga keempat salah satu anak mulai sering tidak berangkat tanpa ada keterangan. Tiap kali dia kembali masuk, aku berusaha mencari tahu alasan kenapa dia tidak berangkat sekolah. Bahkan selain sering bolos, dia juga sering tertidur di kelas. Anggap saja namanya Bayu. Bayu seharusnya sudah kelas 5 SD, namun karena pernah berhenti sekolah, saat ini dia baru duduk di bangku kelas 2 SD. Bukan tanpa alasan Bayu berhenti sekolah, bukan tanpa alasan pula Bayu sering bolos dan tertidur di kelas.

Awalnya, aku mengira Bayu ini anak pemalas. Dia sering terlambat, jarang mengerjakan PR, jarang mandi, bahkan ketika dinasihati kadang tidak peduli. Aku kembali memutar otak, mencari cara agar bisa masuk ke dunia Bayu, mencari tahu penyebab kenapa dia bertingkah seperti itu.

Bayu, Malaikat Kecil yang Butuh Diperhatikan

Setelah mengumpulkan informasi, ternyata Bayu hanya tinggal bersama neneknya. Ibunya sudah meninggal sejak dia masih kecil, ayahnya sudah beristri lagi dan mengadu nasib di ibu kota. Ah ya, aku salah menilainya. Mulai saat itu juga aku berjanji pada diri sendiri, berjanji sebisa dan semampuku memberi perhatian lebih kepada Bayu. Seringkali, hatiku ngilu saat mendengar alasan Bayu tidak berangkat sekolah. Bibir mungilnya berkata lirih sambil senyum-senyum tak berdosa:

Nenekku tidak punya uang buat uang sakuku, bu. Aku mau berangkat sekolah tapi malu sama teman-teman kalau tidak jajan. Mau sarapan banyak biar di sekolah tidak lapar ternyata cuma ada nasi kemarin, ya udah jadinya aku tidur lagi pas nenek berangkat ke kebun.

Foto Anak-anak Makan Siang Bersama

Please ini tahun 2020, di depan mataku persis ada sosok malaikat kecil yang sering menahan lapar ketika anak-anak yang lain jajan hingga perut kenyang. Ketika teman-temannya dibawakan bekal oleh ibunya, Bayu hanya mampu membeli nasi goreng dengan harga seribu rupiah di kantin sekolah. Gusti. Aku jahat sekali.

Perlahan aku selalu memberinya energi positif. Aku selalu meyakinkan Bayu, kalau pun Bayu tidak mendapat uang saku, bu guru siap memberi Bayu uang saku. Tetapi dengan syarat, Bayu tidak boleh bolos-bolos lagi, Bayu juga tidak boleh tertidur di kelas lagi, Bayu harus rajin salat lima waktu. Iya aku belum memiliki anak, aku belum merasakan menjadi seorang ibu, akan tetapi aku bisa merasakan apa yang Bayu rasakan karena aku juga anak broken home, meskipun tidak kekurangan apapun tetapi di titik tertentu pernah merasakan dunia seolah berhenti berputar.
Hampir tiap kali Bayu menerima uang Rp 2.000,- wajahnya selalu sumringah seolah mendapat uang ratusan ribu. Gusti, sungguh aku selalu menahan tangis bahagia setiap melihat perkembangan Bayu. Semangat Bayu yang luar biasa mampu mengubah kebiasaan buruknya. Kalian percaya tidak? Mulai saat itu juga Bayu selalu melaksanakan salat jamaah lima waktu di mushala terdekat. Aku tahu karena neneknya datang ke sekolah sebelum berangkat berkebun. Meskipun raut wajahnya dipenuhi garis-garis keriput, namun terpancar bahagia dengan mata yang sedikit basah. Beliau menyampaikan rasa terima kasih diiringi dengan ribuan doa. Serius, berbagi kebaikan tak hanya dengan materi, tetapi bisa dengan kasih sayang dan ketulusan yang berasal dari hati.

Dunia Kita Sama tetapi Terasa Berbeda

Pernah juga setelah pulang sekolah, aku mengajak Bayu untuk memotong rambutnya yang sudah panjang ke tukang cukur yang ada di Pasar Manis, kalian tahu bagaimana ekspresi Bayu? Wajahnya langsung berbinar, bola matanya tak mau berhenti melihat kanan kiri, dia sangat bahagia. Padahal Pasar Manis ini tidak jauh berbeda dengan pasar yang ada di desa-desa. Tetapi bagi Bayu, Pasar Manis menjadi tempat mewah karena jarang dikunjungi. Selesai potong rambut, dia berbisik kepadaku.

Bu, aku lapar. Pengin bakso tapi ditraktir bu guru lagi, ya? Hehehe

Katanya sambil nyengir. Aku mengiyakan sambil mengusap kepalanya.

Dan kalian tahu bagaimana perasaanku saat melihat Bayu menyantap bakso dengan lahap? Lagi-lagi aku menahan air mata, rasanya campur aduk. Pergulatan batin yang luar biasa, ya Gusti. Padahal kalau aku mau, aku bisa makan bakso setiap hari. Sedangkan Bayu? Mungkin setahun sekali juga belum tentu. Saat aku membayar bakso yang telah kami makan, Bayu protes ke penjual baksonya.

Kenapa aku sama bu guru makan dua mangkuk doang harus bayar mahal banget, pak? Biasanya aja aku beli siomay 3 ribu banyak banget!

Padahal kami hanya habis sekitar Rp. 30.000,-.

Kegiatan KBM di dalam kelas

Hari-hari kami lalui dengan semangat dan kehangatan di dalam kelas. Aku yang tiap hari dibekali jus alpukat oleh ibuku membuat Bayu heran hingga terlontar pertanyaan dari Bayu

Bu, bu guru punya buah alpukat banyak, ya? Kok tiap hari bawa jus alpukat terus sih? 

Aku cuma tersenyum, dan melempar tanya.

Bayu mau jus alpukat? *sambil mengusap kepalanya.

Lagi-lagi senyumnya mengembang dan menjawab dengan nada pelan

Mau bu, aku belum pernah minum jus alpukat, nggak tahu rasanya jus alpukat seperti apa.

Seketika mataku panas, ada anak dengan usia hampir 13 tahun belum pernah merasakan jus alpukat, sedangkan setiap hari bahkan sampai bosan aku minum jus ini. Gusti, sungguh aku merasa tertampar.

Esok harinya, ibuku membuatkan jus alpukat untuk Bayu. Wajahnya terlihat bahagia bukan main, seolah tidak percaya saat kubawakan dua botol jus alpukat. Jemarinya dengan lincah membuka tutup botol tak sabar, mata bulatnya terpejam lalu mulutnya seolah membaca mantra. Satu tegukan, perlahan Bayu membuka mata sambil mengecap-ecap lidah.

Bu, kenapa jus alpukat rasanya kaya daun, ya? Emmm. Tapi enak juga sih *sambil meneguk jus

Lagi-lagi aku hanya bisa tersenyum. Sekarang malaikat kecil yang ada di depanku ini sudah menuntaskan rasa penasarannya dengan jus alpukat, jenis minuman yang mungkin akan Bayu nikmati lagi jika ada yang memberinya.

Lockdown Membuat Bayu Kehilangan Kehangatan

Tidak disangka pandemi covid-19 merebak ke seluruh dunia termasuk Indonesia hingga berdampak kegiatan belajar dilakukan di rumah  masing-masing. Terhitung, hari ini masuk minggu ke tiga kami tidak saling tatap muka. Kangen anak-anak? Iya, sudah pasti. Keceriaan mereka, kepolosan, dan keisengan mereka menjadi kehangatan tersendiri untukku. Apalagi saat terakhir kami masuk sekolah, aku mengumumkan kegiatan belajar dilakukan di rumah tetapi tetap kupantau melalui Whatsapp Grup. Aku juga berpesan kepada anak-anak untuk mengurangi berkumpul, bermain di luar rumah, serta tetap menjaga kebersihan. Sontak raut wajah mereka bahagia, yeay libur. Yeay! Suara mereka saling sahut. Tapi tidak dengan Bayu.
Saat selesai berkemas dan berdoa, seperti biasa anak-anak bersalaman denganku. Giliran Bayu bersalaman sambil menundukkan kepala dan bertanya

Bu, kalau aku di rumah merasa bosan tetap nggak boleh main ke rumah teman? Terus bagaimana aku bisa mengerjakan tugas, bu? Nenekku aja nggak bisa baca, bu guru juga tahu kan kalau aku belum lancar membaca? Bagiamana bu guru akan menilai tugasku, sedangkan nenekku nggak punya Whatsapp?

Ilustrasi seorang anak yang terisolasi karena lockdown

Sungguh aku menuliskan cerita ini dengan hati yang berkecamuk, pertanyaan Bayu masih terngiang-ngiang sampai sekarang. Bagaimana tidak? Saat anak seusia Bayu belajar di rumah didampingi oleh orang tua, Bayu hanya bisa berusaha keras belajar sendiri. Aku pun tidak bisa terhubung dengan Bayu karena tidak ada akses yang bisa kuhubungi. Sepintas aku membayangkan, bagaimana Bayu menjalani keseharian di tengah pandemi ini. Mungkin saat ini Bayu seolah berada di dimensi lain, satu-satunya muridku yang mengalami lockdown di tengah lockdown. Dunianya tiba-tiba sepi tanpa bisa bermain dengan teman, tanpa bisa merasakan ketenangan, dan hangatnya dekapan seorang ibu.

Doaku semoga kita semua selalu sehat, semoga pula pandemi Covid-19 segera berakhir. Aku sudah menyiapkan kurma, madu, susu, biskuit, dan beberapa kebutuhan gizi untuk Bayu. Untuk menyambut bulan Ramadan yang sebentar lagi datang. Alhamdulillah, kemarin sempat mengantarkan paket ini untuk Bayu dengan menitipkannya di posko penanganan Covid-19 di komplek rumah Bayu. Sebenarnya aku ingin sekali bertemu dengan Bayu, setidaknya untuk menanyakan kabar dan memberi semangat. Namun Bayu dan neneknya harus melakukan isolasi mandiri karena tepat di samping rumah Bayu terdapat satu orang positif rapidtest. Hatiku makin tak karuan saat mengetahui berita tersebut, mulutku tidak berhenti merapal doa-doa baik untuk Bayu dan neneknya, untuk malaikat kecil yang semoga kelak dapat merasakan kehangatan dan ketenangan di masa depan.

Menebar Kebaikan dengan Berbagi

Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). Q.S Al-An’am : 160

Dear teman-teman, cerita di atas benar-benar nyata. Ada banyak Bayu-Bayu lain di luar sana. Semoga Tuhan selalu melembutkan dan membuka hati kita untuk berbagi. Berbagi tidak hanya dengan materi, apalagi di saat dunia sedang berduka seperti ini. Tidak perlu muluk-muluk untuk berbagi kebaikan, tidak perlu berpikir mengharap balasan dari Tuhan. Toh harta yang kita miliki juga milik mereka yang membutuhkan.

Kebaikan Berbagi Membuka Pintu Rezeki

Kebaikan Berbagi sepertinya menjadi jalanku untuk membuka pintu-pintu rezeki yang lain. Meski aku hanya seorang guru honorer, tetapi tidak menjadi penghalang untuk berbagi. Justru aku merasakan rizekiku bertambah berlipat-lipat, janji Tuhan memang benar adanya. Bersedekah membuat rezeki melimpah dan berkah, karena berbagi tidak akan mengurangi harta yang kita miliki. Sebaliknya, dengan bersedekah harta kita akan bertambah. Sedekah bukan hanya dengan materi, tetapi juga melakukan hal-hal baik yang bisa bermanfaat dan membantu meringankan masalah sesama. Yuk, mulai berbagi untuk orang-orang di sekeliling kita, kalaupun tetangga kita merupakan orang-orang yang berkecukupan, teman-teman tetap bisa berbagi melalui cara lain seperti menebar kebaikan bersama Dompet Dhuafa.

Menebar Kebaikan bersama Dompet Dhuafa

5 Pilar Program Utama Dompet Dhuafa
Dompet Dhuafa merupakan lembaga filantropi Islam yang berkhidmat dalam pemberdayaan kaum dhuafa dengan pendekatan budaya melalui kegiatan filantropis dan wirausaha sosial. Dompet Dhuafa  mengelola dana ZISWAF (Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf) yang berdiri sejak tahun 1993. Lembaga nirlaba ini memiliki 5 pilar program utama yang memiliki tujuan besar dalam mengentaskan kemiskinan mulai dari bidang Pendidikan, Kesehatan, Ekonomi, Sosial dan Dakwah, hingga Budaya. Dompet Dhuafa memiliki cabang yang tersebar di 27 Provinsi seluruh Indonesia dan 5 cabang di luar negeri seperti; USA, Hongkong, Jepang, Korea, hingga Australia.

Pendidikan Sebagai Salah Satu Program Utama Dompet Dhuafa

Bukan hanya fokus untuk pengelolaan zakat saja, Dompet Dhuafa juga fokus dalam penggalangan infak dan sedekah. Berbagai