Ilustrasi Keluarga Bahagia Tanpa Asap Rokok |
Dua tahun lalu, beberapa kali aku harus menjalani rontgen dada atau toraks karena sering mengalami batuk dan napas terasa berat. Bukan tanpa alasan aku harus bolak balik ke Rumah Sakit demi bertahan hidup akibat paparan asap yang selama ini aku hirup. 22 tahun hidup di lingkungan yang bisa dikatakan “masa bodoh” dengan keberadaan asap, baik asap kendaraan maupun asap rokok. Meskipun aku tinggal di pegunungan dengan suasana dan udara yang sejuk, bahkan bisa dikatakan polusi udara di tempat tinggalku sangat minim jika dibandingkan dengan kota-kota besar, namun sayangnya aku termasuk salah satu orang yang kurang beruntung karena paparan zat beracun yang terkandung di dalam asap terutama asap rokok.
Hasil Rontgen Paru Ella Fitria di RSUD Hj. Anna Lasmanah |
Saat itu ibuku kukuh memeriksakan kondisiku ke dokter spesialis paru di RSUD Hj. Anna Lasmanah, awalnya aku masih merasa tidak apa-apa. Tapi ternyata hasil rontgen menunjukkan adanya peradangan yang terjadi pada saluran utama pernapasan atau saluran bronkus yang membawa udara dari dan ke paru-paru (Bronchitis). Kaget? Pasti. Karena sekali lagi selama 22 tahun menjadi perokok pasif tidak pernah merasakan gejala apa-apa. Nyatanya, saluran pernapasanku terjadi peradangan.
Berawal dari Bronchitis, Wujudkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dari Rumah
Alah cuma asap rokok, lebay banget.
Seketika ingin marah, sedih, dan kecewa campur menjadi satu karena minimnya kesadaran mereka untuk peduli dengan orang lain. Padahal tanpa sadar, kenikmatan yang mereka rasakan justru perlahan membunuh orang-orang yang ada di sekitarnya. Mau sampai kapan ada “aku-aku” yang lain?
Kenapa mesti asap rokok yang selalu disalahkan? Kenapa tidak mengangkat issue asap kendaraan, asap pabrik, dll. Toh mau ngerokok ataupun nggak, itu hak setiap orang.
I see, aku paham setiap orang memiliki kebebasan, tetapi apakah hak yang kalian nikmati tidak melanggar hak orang lain untuk bisa menghirup udara sehat?
Kan pas aku ngrokok, anak istri masuk ke dalam kamar, jadi nggak ada masalah.
Seberapa efektif cara demikian dilakukan? Karena menurut Dr. Georg Matt peneliti dari Universitas San Diego, zat sisa asap rokok dapat bertahan di permukaan benda, khususnya dalam rumah. Entah itu sofa, baju, gorden, dll.
Ilustrasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) |
Mewujudkan KTR dari Lingkungan Keluarga |
Mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dari rumah tidaklah mustahil. Kesadaran dan kepedulian antar anggota keluarga sangat diperlukan untuk menciptakan kesepakatan rumah sehat tanpa asap rokok. Berikut ini indikator Kawasan Tanpa Rokok (KTR) secara umum menurut website resmi pemerintah kabupaten Buleleng.
Indikator Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
- Tidak tercium asap rokok
- Tidak terdapat orang merokok
- Tidak terdapat asbak/korek api/pemantik
- Tidak ditemukan puntung rokok
- Tidak terdapat ruang khusus merokok
- Terdapat tanda larangan merokok
- Tidak ditemukan adanya indikasi merek rokok atau sponsor, promosi dan iklan rokok di area KTR
- Tidak ditemukan penjualan rokok (pada sarana kesehatan, sarana belajar, sarana anak, sarana ibadah, kantor pemerintah dan swasta, dan sarana olahraga kecuali: pasar modern/mall, hotel, restoran, tempat hiburan dan pasar tradisional)
- Penjualan rokok tidak di-display (dipajang)
Asap Rokok dan Ancaman Covid-19
Setiap asap rokok yang dihidup masuk ke dalam paru, itu akan merusak namanya bangunan saluran napas yang memiliki daya tahan mekanik dan daya kimia. Daya tahan mekanik yaitu rambut-rambut halus namanya silia untuk mengusir kuman dan mengarahkan namanya skret, dahak, real, dan lain-lain untuk memudahkan dikeluarkan dari saluran napas, benda asing dikeluarkan dari saluran napas. Kalau perokok dia lumpuh atau sudah gundul, rambut silianya sudah tidak ada lagi. Untuk daya tahan mekanik. Yang kedua daya tahan kimia yaitu IGA akan berkurang sekali di sepanjang saluran napas. Hal inilah yang kami pikirkan jadi klinisi kenapa pasien anak justru lebih kuat daripada pasien dewasa dalam menghadapi Covid-19 karena mereka belum terpapar polusi secara usianya dan belum menjadi seorang perokok. Jadi fakta ini harusnya menjadi perhatian para perokok.
Perilaku merokok dapat mengakibatkan infeksi saluran pernapasan sehingga dapat meningkatnya resiko infeksi Covid-19. Seharusnya hal demikian dapat dijadikan dasar Pemerintah untuk menerapkan aturan pengendalian tembakau yang lebih ketat, agar tujuan learning education bisa tercapai. Jika pemerintah ingin menurunkan angka penularan Coivd-19, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah memblock resiko awalnya terlebih dahulu salah satunya yakni perilaku merokok.
Tuturnya dalam Talkshow Ruang Publik KBR episode Rumah, Asap Rokok, dan Ancaman Covid-19.
Sumber: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia |
Sudah kita ketahui bahwa sebatang rokok mengandung zat berbahaya berupa; Karbonmonoksida (CO) salah satu gas yang beracun menurunkan kadar oksigen dalam darah, sehingga dapat menurunkan konsentrasi dan timbulnya penyakit berbahaya. Zat TAR, yakni zat berbahaya penyebab kanker (Karsinogenik) dan berbagai penyakit lainnya. Nikotin, zat berbahaya penyebab kecanduan (adiksi).
Sumber: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia |
Selain mengganggu kesehatan, merokok juga menghasilkan sampah yang sulit terurai karena putung rokok merupakan golongan sampah berbahaya (B3) yang memerlukan waktu 10 tahun untuk terurai. Indonesia adalah urutan ke-3 konsumsi rokok di dunia. Data Riskesdas 2013 menyebutkan perokok di Indonesia menghabiskan minimal 12 batang setiap hari. Kondisi ini diperparah dengan fakta bahwa industri rokok memproduksi rata-rata 338 miliar batang rokok untuk memenuhi adiksi lebih dari 90 juta perokok aktif di Indonesia.