Eh eh, mau kemana? Makannya dihabiskan dulu, nanti ayamnya mati lho! Seru alm. Mbah Putri.
Kalimat alm. Mbah Putri masih terngiang jelas di telingaku, hampir semua keluargaku “mengimani” kalimat tersebut. Tidak ada tawar-menawar ketika piring di depanku masih ada sisa makanan yang bisa dimakan. Memberontak? Pasti! Namanya juga anak kecil.
Meskipun tidak ada kaitan antara makanan yang tidak dihabiskan dengan ayam yang mati, kalimat tersebut dapat menumbuhkan rasa peduli dan menghargai proses bagaimana makanan dibuat. Tanpa sadar kalimat tersebut membentuk kebiasaanku untuk mengambil makanan secukupnya dan menghabiskannya. Kebiasaan ini patut dipupuk sejak dini, karena dampak sampah makanan (food waste) yang menumpuk dan tak terkontrol di masa mendatang dapat menjadi bencana yang mengerikan.
Gunungan Sampah yang Mengubur Manusia
Tragedi Leuwigajah |
Seperti kejadian 16 tahun silam, tepatnya di TPA Leuwigajah, Cimahi terjadi longsor gunungan sampah terbesar kedua di dunia akibat “ledakan” konsentrasi gas metana pada tumpukan sampah yang didominasi sampah makanan. Sekitar 157 korban tertimbun sampah hingga melenyapkan dua kampung sekaligus.
Statistik sampah makanan di Indonesia |
Menurut The Economist pada 2011 Indonesia berada di urutan kedua penghasil limbah makanan (food waste) tertinggi di dunia. Miris, tetapi kenyataannya memang demikian. Tiap tahun jumlah sampah makanan di Indonesia menumpuk 13 juta ton, artinya dalam satu tahun tiap orang membuang sampah makanan sekitar 300 kilogram.
Bisakah Kita Mengendalikan Sampah Makanan?
Sampah makanan bukan hanya sebatas sisa makanan yang kita konsumsi saja loh, melainkan ada rantai pasokan makanan, yakni dari food loss (produksi, penanganan & penyimpanan, pemrosesan & pengemasan) dan food waste (pengolahan, pemasaran, konsumsi).
Food Loss & Food Waste |
Kali ini aku akan membahas bagaimana peran kita dalam meminimalisir sampah makanan (food waste) karena kita memiliki kendali penuh dalam menyiapkan hingga mengonsumsi makanan. Food waste meliputi makanan yang kedaluwarsa, makanan yang telah rusak, dan sisa makanan yang dibuang.
Hmmm.. Bisakah kita renungkan sejenak penyebab menumpuknya food waste? Apakah kita sadar dengan food waste yang kita hasilkan setiap saat? Jawabannya tentu saja belum! Aku pun masih belajar meminimalisir food waste, pelan-pelan jika kita mau melakukan dari hal kecil, tentu kejadian di TPA Leuwigajah tidak akan terulang lagi.
3 Penyebab Utama Menumpuknya Food Waste
Sebenarnya faktor yang menyebabkan menumpuknya food waste ini sederhana, di antaranya sebagai berikut:
Beberapa penyebab utama menumpuknya Food Waste |
Faktor Perilaku
Menurutku kurangnya pengetahuan mengenai pengelolaan food waste menjadi salah satu faktor utama. Selain itu, tingkat kesadaran individu untuk mengolah, mengambil dan mengonsumsi makanan secukupnya juga masih rendah.
Seperti dua tahun lalu, saat aku mengikuti event di sebuah hotel, sungguh miris melihat peserta mengambil berbagai menu sarapan hanya untuk dijadikan konten. Awalnya ku kira dia akan menghabiskan makanan yang diambil, tapi ternyata beberapa makanan masih utuh dan ditinggalkan begitu saja.
Perencanaan yang Kurang Baik saat Berbelanja
Sebelum membeli bahan makanan atau makanan siap saji ada baiknya kita memperhitungkannya supaya tidak kalap belanja dan bisa mengendalikan keinginan, apalagi jika diiming-imingi diskon.
Teknik Penyimpanan
Jika kita bisa menyimpan makanan dengan baik, maka akan membuat ketahanan makanan semakin lama. Tidak sulit kok untuk menyimpan makanan dengan benar, apalagi kalau sudah dilakukan dengan konsisten, lama-lama menjadi kebiasaan.
Dampak Food Waste Bagi Kehidupan Sekarang dan Mendatang
Sungguh, rasanya ingin marah dan kecewa dengan diri sendiri saat mengetahui dampak food waste. Memang sepertinya sepele, tetapi dampak food waste ini menyeluruh ke lingkungan, finansial, hingga dampak sosial.
Dampak Lingkungan
Secara global sampah makanan menimbulkan 4,4 Giga ton CO2e atau sekitar 8% dari total emisi gas rumah kaca (GRK) antropogenik. Tumpukan sampah makanan juga menghasilkan gas metana, padahal gas metana ini 23 kali lebih berbahaya dari karbon dioksida loh. Gas metana ini juga ikut berkontribusi dalam global warming.
Selain itu, food waste meningkat risiko kelangkaan air, berpotensi menimbulkan erosi tanah, hilangnya keanekaragaman hayati, risiko biodiversitas termasuk dampak penggunaan pestisida, eutrofikasi nitrat & fosfor, polinator, dan over eksploitasi.
Dampak Finansial
Secara global sekitar 30% pangan dari rantai pasok global terbuang. Setiap tahun ada 1,3 milyar ton makanan yang terbuang sia-sia, nilai pangan yang terbuang pertahun setara dengan 1 triliun dollar AS. Bayangkan saja, uang 1 triliun dollar AS ini seharusnya bisa kita manfaatkan untuk membantu saudara kita yang kelaparan, tetapi malah masuk tong sampah begitu saja.
Dampak Sosial
For your information, 1 dari 3 anak Indonesia menderita stunting kurang gizi dalam tahap akut yang menyebabkan kerdilnya tubuh anak loh. Angka tersebut cukup tinggi dibandingkan dengan negara maju.
PBB memprediksikan, pada 2050 populasi manusia di bumi akan mencapai 9,3 milyar, otomatis kita memerlukan peningkatan produksi makanan sebesar 70%. Maka, jutaan manusia akan mengalami kekurangan pangan, terlebih di negara berkembang.
Aku tidak bisa membayangkan jika generasi mendatang akan berebut pangan. Pasti mengerikan sekali seperti film Foxtrot Six. Kalau saja setiap orang memiliki kesadaran untuk membagikan makanan ke tetangga, orang membutuhkan, aku yakin sih perlahan kasus gizi buruk akan berkurang.
Upaya Kecil untuk Meminimalisir Food Waste
Nah, supaya generasi mendatang tetap bisa mendapatkan makanan dengan mudah, yuk kita sama-sama melakukan hal kecil dengan menerapkan gaya hidup bebas sampah makanan. Jujur, setelah menikah dan tinggal bersama suami, aku baru sadar ternyata sampah rumah tangga yang dihasilkan bukan hanya satu dua saja. Alhamdulillah, kami bisa belajar cepat bagaimana meminimalisir food waste. Berikut ini langkah kecil yang kami lak