Orang maling dan orang budiman bertemu dalam tarekat, sebab orang maling tidak sanggup melanjutkan kehidupan tanpa menyediakan “ventilasi” bagi pemberontakan hati nurani dari dalam dirinya sendiri, sementara orang budiman perlu mendirikan singgasana bagi amalan kasih budinya.
Orang kaya dan orang miskin bertemu dalam tarekat, sebab orang miskin butuh menggali terowongan untuk menembus dinding batu karang nasib sengsaranya, sementara orang kaya merasa terancam akan makin tidak sanggup mempercayai kekayaan.
Jiwa orang miskin seperti anak yatim yang minta disusui langsung oleh Tuhannya, jiwa orang kaya seperti bayi tua yang kaget dan pucat karena disusui oleh kaleng-kaleng bubuk susu perusahaan dunia. Orang gembira dan sedih bertemu dalam tarekat, sebab minuman orang gembira pada akhirnya akan tumpah dan gelasnya pecah, sementara orang sedih tak punya gelas maka hanya bisa menadahkan tangannya ke langit. ~Emha Ainun Nadjib
Kita boleh ‘merasa’ karena kita memiliki perasaan..
Semua tatanan sudah diatur sedemikian rupa oleh Tuhan di Lauhul Mahfudz, kita hanya wayang sekaligus dalang yang kadang tak mampu menolak kuasa Tuhan..
Dengan kasat mata, aku coba melihat kuasa Tuhan, sebenarnya apa yang hendak Tuhan berikan sedang aku tak pernah mencoba mendekatNya.
Apakah masih pantas jika aku menghamba padaNya?