Sowan ngalas 2017 |
“Sowan Ngalas” berasal dari bahasa Jawa yang berarti “berkunjung ke kebun”. Wah asyik kan bisa berkunjung ke Wana Wiasata Desa Pesangkalan, Pagedongan, Banjarnegara yang terkenal dengan keindahan curug Pletuknya, apalagi aku tipe orang yang suka petakilan. HAHAHA
Ketika diajak oleh rekan-rekan instameetbanjar dan blogger serayu untuk ikutserta memeriahkan event ini, tanpa pikir panjang aku memutuskan untuk ikut. Perjalanan dimulai dari kecamatan Punggelan menuju Alun-alun Banjarnegara yang membutuhkan waktu kurang lebih 45 menit. Kami melanjutkan perjalanan pukul 08.15 WIB dan sampai di desa Pesangkalan pukul 09.30 WIB. Sebenaranya jarak tempuh alun-alun Banjarnegara menuju desa Pesangkalan tidak terlalu jauh, tetapi akses jalannya yang membuat waktu tempuh terasa lama.
Medan yang kami lalui cukup extrime, karena kami harus melewati tanjakan dan turunan tajam yang sama sekali belum tersentuh aspal alias cuma ‘watu ditata’ bebatuan yang tajam dan jurang menemani setengah perjalanan kami. Kebetulan aku bonceng, sempat naik turun dari motor dan berjalan kaki, karena saking ngerinya dan memang motor sampai keluar asap ‘kemebul’. HAHAHA. Apa yang dirasa? Jangan ditanya, karena rasanya ‘boyok’ kayak habis dipecut ratusan kali. Huhuhu
Kebetulan acara ini digelar di lapangan desa Pesangkalan. Jadi aku gak booking tiket di tiket.com, karena biasanya setiap aku menghadiri event yang butuh penginapan, transportasi darat ataupun udara, aku booking di tiket.com. Semua kebutuhan tiketmu ada di tiket.com kok, yang gak ada paling tiket menuju hatimu. Bahaha
Lanjut dari lapangan desa menuju lokasi curug Pletuk dengan jarak kurang lebih 3KM. Dengan jalan kaki arak-arakan tumpeng menuju curug Pletuk dihadiri oleh ketua Dinas Pariwisata Jateng, beberapa media yang meliput moment Sowan Ngalas ini. Tetapi kami tidak ikut jalan kaki, kami memilih berangkat ke curug Pletuk lebih dulu dengan menggunakan motor. Ternyata eh ternyata medan yang kami lalui lagi-lagi hanya ‘watu ditata’, jalannya nanjak terus, perasaan ku dimanjakan dengan jurang yang berada disebelah kanan dan kiri ‘deg deg deg’. Akhirnya motor kami kembali ‘kemebul’. HAHAHA
Terpaksa kami berdua turun dari motor dan berusaha mendorong motor supaya sampai di tempat yang agak landai. Dengan sigap berhitung 1 2 3 dorong! 1 2 3 dorong! Sudah berusaha di dorong dengan sekuat tenaga, tetap saja motor kami diam ditempat. Huhuhu
Kami memutuskan untuk berhenti sebentar ditengah tanjakan, berharap motor kembali normal dan kami memiliki tenaga untuk mendorongnya. 10 menit berlalu dan berusaha menyiram mesin motor dengan kubangan air yang berada tepat disisi jalan akhirnya motor kami normal kembali. Sampai diatas kami menitipkan motor dan barang-barang dirumah warga, sepertinya rumah tersebut memang menjadi tempat penitipan motor pasalnya didepan rumah terdapat tulisan parkir Rp. 2000/motor.
Perjalanan kami belum berakhir, karena masih harus berjalan kaki. Melewati tanjakan bebatuan yang benar-benar nanjak. Butuh banget perjuangan, kayak lagi berusaha memperjuangkanmu *hiks
Saat kita memasuki jalan setapak ternyata ada warung jualan jajan. Sembari menunggu arak-arakan tiba di lokasi kami berhenti di warung tersebut, dengan sigap aku langsung mencari air mineral tetapi mataku hanya menemukan beberapa botol sprite. Terpaksalah kali ini minum sprite. Belum beranjak dari etalase lemari mata ku menjumpai ada beberapa jenis mie goreng dan mie rebus. Langsung saja minta tolong penjaga warung untuk dibuatkan mie goreng, dan ternyata gasnya habis. *nangis batin cuma bisa membayangkan mie goreng yang siap saji*
Apa boleh buat ditengah kebun mana ada yang jualan gas. Eits, tapi aku tetep makan mienya kok ‘mentahan’. HAHAHA. Mataku kembali mengamati isi etalase yang ada diwarung itu, barangkali ada makanan bergizi. Karena aku khawatirt perutku sakit setelah minum sprite dan makan mie mentah. Betapa bahayanya? Bahaya banget kan, akhirnya tambah bahaya lagi ketika aku makan biskuit yang sudah kedaluarsa. Yaaa Saaalaaaammmmmmm!!!! Pada saat gigitan pertama coklat yang ada dibiskuit rasanya hambar, padahal biasanya aku selalu suka dengan biskuit yang satu ini. Lalu buru-buru aku cek tanggal kedaluarsanya, tidak terlalu jelas sih tapi bisa disimpulkan sudah kedaluarsa pada tanggal 31-01-17. Tarik nafas dalam-dalam dan semoga perut tidak bermasalah karena makan sesuatu yang gak ‘genah’.
Beberapa menit kemudian datanglah rombongan arak-arakan tumpeng, ruame banget.
Masyarakat desa Pesangkalan sangat antusias, mulai dari anak-anak yang masih mengenakan seragam sekolah, ibu-ibu yang menggendong balitanya, bapak-bapak yang menjadi prajurit arak-arak dan sesepuh Desa Pesangkalan semuanya ikut serta memeriahkan. Kamipun ikut bergabung berjalan dibelakang mereka, sesampainya di lokasi curug Pletuk hati ku tidak berhenti bergumam menyaksikan keindahan curug ini.
Prajurit dan sesepuh desa Pesangkalan melakukan ritual yang disebut Pesucen. Prosesi upacara pesucen ini berlangsung sangat khidmat.
Setelah upacara selesai, warga kembali ke lapangan untuk makan tumpeng bersama alias grebeg desa. Tetapi kami tidak langsung menuju lapangan, kami menyempatkan foto untuk mengabadikan keindahan curug Pletuk yang berada di Kota tercinta. Banjarnegara sebuah kota yang lebih dikenal dengan bencana alamnya dan akses jalan yang rusak, namun kami perlu bangga karena di Banjarnegara terdapat keindahan alam eksotis yang belum tentu dimiliki oleh kota-kota lain.
Kami berhenti di lapangan untuk mengisi perut, karena kami pasukan anti lapar. HAHAHA. Di lapangan desa Pesangkalan sangat ramai orang jualan, beragam makanan tersedia. Mulai dari bakso, pecel, sosi bakar, soto, mie ayam, siomay, batagor, es dawet, es campur dll. Selesai makan bakso, kami memutuskan untuk pulang dengan pertimbangan berbagai hal. Saat kami akan melakukan perjalanan pulang, tiba-tiba mata kami melihat banyak mobil dinas yang terparkir rapi di lapangan.
Dengan rasa penasaran tinggi akhirnya kami mendapatkan informasi akses jalan yang lebih mudah. Ternyata kali ini rute jalan yang kami lalui sama sekali tidak rusak, alus, mulus, ‘babarblas’ gak ada bebatuan extrime seperti pada saat kami melewati rute yang satunya. ‘mbedegel’, ‘mangkel’, ‘mblenger’ banget sama petugas banzer yang ada disetiap pertigaan jalan menuju desa Pesangkalan. Tega-teganya gak ngasih tahu jalan yang alus, padahal kami selalu berhenti dan bertanya dipertigaan. Coba pas kami pulang banzernya masih berjaga disetiap pertigaan, sepatu ku bakal melayang-layang. HAHAHA
Tapi gak papa sih, ada sisi positifnya. Kami jadi tahu ternyata ada dua rute untuk menuju desa Pesangkalan. Cuma ya tetep mangkel. hhhh
Oya tiket kontribusi curug pletuk Rp. 5.000 hari biasa, Rp. 7.000 Libur Nasional.