Dari Malioboro Hingga Museum Kareta Karaton Ngayogyakarta

Table of Contents

Fotonya udah mirip model kan📷@immumshin

Alhamdulillah bisa bangun pagi meski adzan subuh tidak begitu terdengar dari tempat kami menginap, sebuah prestasi bisa bangun pagi tanpa sentuhan tangan ibu. Tetapi wajar sih, karena aku tipe orang yang nggak bisa tidur nyenyak jika berada di tempat baru. Mau senyaman apapun, tetap saja nggak bisa tidur nyenyak kaya tidur di rumah. Butuh dua atau tiga hari untuk menyesuaikan diri. Tak apa, ada untungnya juga nggak bisa tidur nyenyak di tempat baru, jadi nggak takut bangun kesiangan. Apalagi pas piknik di Kota Yogyakarta seperti ini, harus bangun pagi siapa tahu bisa liat mantan lewat depan hotel kan *eh mustahil banget ini😑

Setelah selesai shalat subuh, tiba-tiba aku penasaran dengan suasana pagi di Jl. Malioboro. Kebetulan hotel tempat kami menginap berada di sekitar Malioboro, tinggal loncat dong sampai di Jl. Malioboro. Tapi aku nggak loncat kok, aku jalan kaki sambil senyum-senyum sendiri, ya gimana nggak mringis sendiri coba? Saat aku melewati tempat dimana ibuku asyik belanja dengan sang mantan di sepanjang Jl. Malioboro. Ngobrol sana-sini, sampai aku dicuekin gitu aja. Meskipun udah dua tahun berlalu sih *duh, sabar coy! Itu semua hanya kenangan belaka, jadi sudahi saja. Syudahhh*

Menyusuri Jl. Malioboro di pagi hari sangat menyenangkan, masih lengang, hanya terlihat ibu-ibu yang sedang sibuk menyiapkan dagangannya, sepanjang jalan juga terlihat tukang becak yang tertidur pulas di becaknya. Duh, pemandangan langka banget nih apalagi bisa menikmati sunrise di tengah kawasan Malioboro. Syahdu banget sampai nggak terasa kawasan ini semakin siang semakin ramai, aku pun buru-buru kembali ke penginapan karena baru sadar masih pakai baju tidur😂

Sesampainya di kamar hotel, ternyata BB Idah, BB Olip dan Kecemut sudah bangun. Kami bersiap melanjutkan petualangan di Yogyakarta hari ke dua. Salah satu tujuan kami adalah Museum Kareta Karaton Ngayogyakarta. Buru-buru mandi, sarapan, gincuan, langsung on the way. Lokasi Museum ini berada tidak jauh dari Keraton Yogyakarta tepatnya di sisi barat Alun-Alun utara yakni di Jl. Rotowijayan.

Museum Kareta Karaton Ngayogyakarta

Suasana terasa sangat asri saat memasuki pintu gerbang Museum Kareta Karaton Ngayogyakarta, mungkin karena ada beberapa pohon rindang di depan Museum ini, belum lagi terdengar alunan langgam jawa. Dudududu, beneran ini yang bikin kangen pengin balik terus ke Yogyakarta, ya selain emang banyak kenangannya sih *eh lagi*
Museum ini terlihat sepi, hanya ada abang bakso, abang dawet, dan seorang nenek yang menjual mainan anak-anak dari bambu.

Tanpa ragu, aku pun melangkahkan kaki menuju Museum Kareta Karaton Ngayogyakarta, ada tiga abdi dalem yang berjaga di pintu masuk. Aku di persilahkan masuk dengan membayar tiket terlebih dahulu, selanjutnya beliau mengarahkan aku untuk masuk lewat sisi kanan kemudian keluar dari sisi kiri. Sayangnya aku nggak tau arah, mana utara, mana timur, mana barat mana selatan mana mantan? *kenapa ada mantan lagi nongol di tulisan?😂 jadi cuma tau, mana sebelah kanan atau sebelah kiri aja, *hehehe… Nyengir

Dedetan Kereta di Museum Kareta Karaton Ngayogyakarta

Saat masuk Museum ini, aroma kapur barus sangat menyengat, maklum aku agak pusing kalau bau kapur barus gitu. Hawanya juga jadi horor, apalagi melihat deretan kereta yang sebagian ditutup selehai kain putih. Duh! Tiba-tiba langkah kakiku berhenti, bukan karena takut, tapi lebih tepatnya karena kaget, heran, gumun! *ncen cah gumunan sih ya, hhh* Ya gimana nggak gumun liat deretan kereta mewah berjejer begini. Aku langsung bayangin kereta-kereta ini di tarik oleh kuda lalu aku naik di atas kereta, sambil dadah-dadah ke kalian😑*ngimpiiii

Di Museum Kareta Karaton Ngayogyakarta terdapat 23 kereta. Masing-masing kereta memiliki nama, fungsi, ukuran, dan warna yang berbeda. Saat ngobrol dengan abdi dalem Bapak Suhardi MW. Joyoruntiko beliau menuturkan bahwa kereta-kereta ini berasal dari Berlin, Belanda, Swiss, dan Spanyol. *aku langsung mikir, berapa miliar harga satu kereta ini Gusti?😂

Kereta tertua yang menjadi pusaka di Museum Kareta Karaton Nyogyakarta
Koleksi Kereta di Museum Kareta Karaton Ngayogyakarta
Kareta Kanjeng Nyai Jimad
Beliau pun dengan bangga menceritakan kereta-kereta yang ada di Museum ini. Kereta Praloyo/kereta Jenazah (1938) merupakan kereta termuda. Sedangkan kereta Kanjeng Nyai Dimas (1750) merupakan kereta tertua yang sudah dikeramatkan menjadi pusaka. Nah, setiap satu Suro atau satu Muharram kereta yang termasuk kereta pusaka dimandikan atau istilahnya Jamasan. Setiap Jamasan tersebut banyak orang ingin menyaksikan, mereka berharap dari air bekas jamasan tersebut bisa mendatangkan berkah.

Meskipun ada 23 kereta, hanya 18 yang masih di gunakan untuk berbagai macam acara. Seperti acara Maulid Nabi, kirab ulang tahun Keraton, festival nusantara, pernikahan putri/putra Sultan, pengangkatan raja baru, hingga kereta untuk mengantar jenazah. Kereta-kereta ini hanya digunakan untuk keluarga Sultan loh, kata abdi dalemnya sih bisa aja aku naik kereta, asal dapat izin dulu dari Sultan. Ya gimana mau minta izin, aku iki sopo?😂

Museum Kareta Karaton Ngayogyakarta buka setiap hari jam 9 pagi hingga jam 4 sore. Tiket masuknya sebesar Rp. 5rb, jika ingin mengabadikan foto di dalam Museum ini maka harus membayar lagi Rp. 1rb.

Ella Fitria

Yuk Baca Lainnya!