Kebimbangan Menolak Hingga Pukulan Telak

Table of Contents

Suatu sore di sebuah Pelabuhan

Pada hati yang siap mendengarkan, aku ingin bercerita suka maupun duka. Kemarilah, duduk di sampingku. Selagi hujan turun, selagi gerimis berlangsung akan kumulai cerita supaya kau tak perlu tahu jika air mataku jatuh secara tiba-tiba.

Pada sesal yang sudah tertinggal jauh. Aku berusaha menolak karena perasaan mengajakku membelalak. Aku selalu mempunyai alasan untuk menolak, tetapi aku tak bisa beralasan kenapa aku terpikat. Tiap detik aku selalu membaca situasi, maka aku harus tahu porsi. Tiap menit aku selalu introspeksi diri, maka dari itulah aku harus sadar diri.

Kau memang benar, tetapi aku tidak salah. Kau memang benar, maka jangan salahkan perasaan yang menggelegar. Mungkin waktu tak tepat, atau aku kurang akurat? Entahlah. Yang pasti aku percaya, Tuhanlah yang sepenuhnya menggengam hati kita supaya tidak ada yang “merasa” tersakiti diantaranya.

Aku tak ingin merusak, karena aku pernah merasakan sampai terisak. Heiii kau, terima kasih sudah menguatkan, terima kasih sudah berbagi, terima kasih sudah selalu mengkhawatirkan kondisi, dan terima kasih sudah selalu menemani disegala keadaan.

Tanpa harus kuucap beribu kata, aku yakin kau tahu apa yang ada dalam benak jiwa. Tak apa, aku baik-baik saja. Kau tak perlu bergegas menguatkanku, lambat laun aku pun akan terbiasa tanpamu.

Heeiii kau, berbahagialah… Agar kau terjaga dari sakit akan luka. Dan ingatlah. Di sana, di tempat yang paling dekat dengan napasmu ada hati yang harus kau jaga. Bahagiakan ia, jangan sampai kau buat terluka. Aku tak apa, bahagiaku sederhana. Bermain bersama robotmu, misalnya.

Terima kasih kau tak segera beranjak dari sampingku, meski aku tahu, jika membahas perihal “hati” kau selalu saja ingin menyudahi. Yah tak apa, setidaknya saat ini aku dan kau sama-sama belajar. Belajar untuk tidak lagi mengkahwatirkan, dan belajar untuk sama-sama melepaskan.

Ella Fitria

Yuk Baca Lainnya!