Siang itu jalanan Kota Semarang tak begitu padat. Panas terik menemani perjalanan kami. Entah sudah berapa kali kami melewati lampu merah di persimpangan kota ini. Motor kami melaju lambat, sembari memutar otak memilih destinasi terdekat dengan lokasi kami. Kebetulan kami punya hobi sama, sama-sama penggemar rocket chicken, jadi sudah bisa dipastikan jika kami sedang bersama wishlist rocket chicken berada diurutan teratas. Kami memutuskan menepi ke rocket chicken dekat stasiun Semarang Poncol, mengisi perut sembari mempertimbangkan estimasi waktu jika melipir ke Kota Lama Semarang sedangkan jadwal tiket keberangkatan kereta api beberapa jam lagi.
Kawasan Kota Lama Semarang
Selesai makan, kami melanjutkan perjalanan menuju Kota Lama Semarang, kota ini memiliki julukkan “Little Netherland” konon karena kawasan kota Lama Semarang cukup luas dan terpisah dengan kawasan lain. Kami masih memiliki waktu kurang lebih 2,5 jam untuk berkeliling di tempat ini. Kota Lama Semarang merupakan kawasan pusat perdagangan pada abad 19-20. Di kawasan ini terdapat benteng bernama Vijhoek. Tepatnya terletak di Jl. Letjen Soeprapto.
Semarang Kreatif Galeri
Semarang Kreatif Galeri
Setelah melewati jalanan berdebu karena kebetulan sedang ada perbaikan jalan di kawasan Kota Lama Semarang, sepeda motor kami diparkir persis di depan Old City 3D Trick Art Museum Semarang. Aku sengaja meminta jalan kaki, alasannya supaya lebih banyak menangkap dan merekam bangunan tua tempoe doeloe di kawasan ini. Kami melangkahkan kaki menuju Semarang Kretif Galeri di Jl. Letjen Suprapto No.7, Tj. Mas, Kec. Semarang Utara, Kota Semarang. Awalnya kunggak tahu isi dalam galeri seperti apa, eh saat dorong pintu masuk galeri rasanya nyessss dan wangi banget, lalu disambut dua satpam dan beberapa mannequin. Wagilasih ini galeri ternyata isinya berbagai produk UKM Semarang. Jadi berandai-andai Banjarnegara punya galeri semacam ini. Hhh
Rumah Akar Kota Lama Semarang
Rumah Akar Kota Lama Semarang
Kami melanjutkan menyusuri kota Lama Semarang. Meski terik, tapi semangat kami nggak kalah dong. Tujuan awal ke kawasan ini sebenarnya ke Rumah Akar, beberapa kali membuka maps untuk memastikan jalan menuju Rumah Akar. Beberapa kali kami nyasar masuk gang yang salah karena gang menuju Rumah Akar ditutup sementara akibat perbaikan jalan. Kami saling tatap beberapa detik, hening lulu tertawa. Menertawai kebodohan kami, ya gimana jalan muter-muter ujungnya ketemu gang yang ditutup lagi. Akhirnya kami menemukan jalan lain meski harus melewati aktivitas bapak-bapak yang sedang memperbaiki jalan, rela menginjak pasir, material, dan melewati beberapa alat berat, kami sampai di Rumah Akar ini. Alhamdulillah. Kami saling tatap dengan senyum lebar.
Kota Lama Semarang
Kenapa disebut Rumah Akar? Mungkin karena akar pohonnya menempel di rumah, atau rumahnya yang menepel di pohon? Entahlah, yang jelas akar ini bisa dikatakan sebagai tembok rumah tersebut. Pohon besar yang menjulang tinggi dengan akar yang kokoh menjadi spot instagenic pengunjung Kota Lama Semarang. Jiwa petakilanku nggak bisa direm, kulangsung manjat ke akar pohon lalu duduk pose di dekat jendela rumah. Duh ya Allah. Mau belajar kalem tapi tahun depan ajalah~
Rumah akar ini udah nggak beratap, banyak lumut yang menempel di dinding rumah membuat kesan rumah makin tua. Tapi nggak menyeramkan kok, persis di dekat Rumah Akar juga terdapat warung tenda lengkap dengan kursi dan meja.
Setelah puas berfoto (sebenernya belum puas) tapi udah banyak yang antre, kami melanjutkan perjalanan menuju tempat parkir sepada motor kami. Suasana sore Kota Lama makin syahdu ketika suara biola terdengar. Ternyata di depan bangunan G. P. I. B Immanuel ada laki-laki paru baya sedang asyik memainkan biola, pemandangan yang tak kalah menyejukkan adalah ketika burung-burung berterbangan seolah ikut menikmati alunan biola. Duh nggak pengin pulang, huhuhu
Bangunan yang masih aktif digunakan
Cafe Spiegel Kota Lama Semarang
Kota Lama Semarang
Btw, aku nggak bisa menghitung jumlah bangunan kuno di sini, yang jelas ada puluhan bangunan yang masih kokoh dengan ornamen-ornamen yang identik dengan gaya Eropa. Beberapa kali langkah kami terhenti mengamati bangunan yang sudah tidak terawat, hampir semua bangunan kuno disini memiliki ukuran pintu dan jendela yang cukup besar, penggunaan kaca-kaca berwarna, serta bentuk atap yang unik. Selain bangunan yang tidak terawat, pun ada bangunan yang sedang direnovasi tanpa menghilangkan ciri khas bangunan awal. Beberapa bangunan juga terlihat masih aktif digunakan sebagai office bank, cafe, dan minimarket.
Bangunan yang sedang direnovasi
Kota Lama Semarang
Kami terus berjalan sembari membicarakan apa saja yang terlintas dipikiran. Muka kluwes karena debu akibat perbaikan jalan dan panas terik nggak bikin kami mengeluh. Kaki pegal, pundak linu karena gendong ransel nggak bikin kami kapok main ke sini. Malah penasaran dengan wajah baru kota Lama Semarang kalau revitalisasi sudah selesai. Sepertinya bakal nyaman karena beberapa tempat duduk di pinggir jalan sudah mulai disediakan di beberapa titik. Duh, mau lagi keliling Kota Lama Semarang, maukkk!