Rasa Kangen dari Sebuah Penerimaan

Table of Contents

Kapan terakhir kamu berani bilang kangen sama seseorang? Kapan terakhir kamu membayangkan mimpi-mimpi masa depan dengan orang yang kamu sayang? Duuuh, buwchin memang. Hahahaha

Tapi siapa sih yang bisa ngontrol rasa yang dikasih Tuhan? Siapa yang bisa membatasi rasa dari Tuhan? Siapa? Mbah dukun kali ya!
Ngomongin jodoh mah memang nggak ada ujungnya, orang udah menikah aja bisa dengan mudahnya pisah kok. Tapi percaya aja, jodoh, mati, rezeki, dan hidup udah tertata rapih di Lauhul mahfudz. Katanya, manusia bisa merencanakan tapi tetap Tuhan yang menentukan. Katanya, manusia sebagai wayang tapi tetap Tuhan yang menjadi dalang. Katanya, manusia disuruh berusaha tapi tetap Tuhan yang akan menetukan hasilnya.
Terus, belakangan ini lagi sering dihadapkan dengan keputusan-keputusan yang nggak sesuai keinginan. Eh tapi meski begitu, aku bersyukur sekali. Tuhan masih terus mengirim kasih sayang kepada diri ini. Sakit kemarin bikin buanyak banget bersyukur, disaat nggak bisa menelan dan mengunyah makanan sedang perut terusan merasa lapar. Ini tuh kaya tamparan buat aku supaya lebih sadar bagaimana memperlakukan tubuh sendiri. Bagaimana memaksa tubuh supaya setiap hari ada makanan masuk, iya aku rewel buanget soal makan. Kalau nggak dipaksa bisa tahan seminggu nggak makan nasi, makanan yang masuk juga nggak bergizi, lebih sering mengkonsumsi mie dan teman-temannya.
Lho, lagi bertanya kapan terakhir berani menyampaikan rasa kangen ke seseorang malah sampai ke mie instan? Memang sih rasa kangen dan mie instan merupakan dua hal yang susah kupisahkan. Karena kalau kebanyakan kangen dan makan mie instan sama-sama nggak baik buat kesehatan. Iya kalau yang dikangenin peka, lha kalau malah lagi senang-senang dengan yang di sana, apakabar kita? Sekali lagi, sobat buwchin ini ya Allah.
Tapi balik lagi sih, tentang penerimaan. Alah kalau ujian teori tentang “penerimaan” mah aku udah lulus dapat nilai A plus-plus. Cuma kalau prakteknya ya masih berusaha susah setengah mati. Kuncinya sih legowo, diterima aja, apapun itu. Nggak perlu mengotori hati dengan rasa dendam. Yakali mau sedendam apa, mau semurka apa, mau semarah apa, mana bisa ngerubah rasa dari Tuhan? Apalagi kalau Tuhan udah “kun fayakun” udahlah manusia tinggal ngejalanin sebaik dan sebisa mungkin. Yakan mumpung dikasih kesempatan hidup, selagi bisa kudu berbuat baik, syukur-syukur bermanfaat buat orang lain, mumpung dikasih kesempatan hidup upgrade semua kemampuan biar naik level. *ini serius lagi ngomong sama diri sendiri*
Diri sendiri aja bukan milik kita, ya masa mau mengaku-ngaku dia milikku? Eak! Kapanpun Tuhan punya kehendak buat mengambil apapun milik kita kan? Hah milik kita? Memang punya apa? Wong udah dibilang, diri kita sendiri juga bukan milik kita kok. Kata Mbah Jiwo, hidup itu penuh paradoks. Oksigen misalnya. Disatu sisi oksigen membuat kita hidup. Tapi tanpa kita sadari, oksigen juga membunuh sel-sel yang ada di dalam tubuh kita, demi regenerasi sel, dan kelangsungan hidup kita. Begitu ya, ella zheyenk!
Serius aku menulis ini karena lagi kangen sama diri sendiri, sekaligus untuk mengingatkan perihal penerimaan. Ya masa gitu doang kalah sama amarah diri sendiri? Mbok ya, yang udah ya sudah. Toh mau dipaksa seperti apa nggak akan merubah rasa dari Tuhan kan? Nggak akan bikin bumi ini berhenti berputar kan? Yaudah sih, nggak usah ngotot!🤣
Btw, mau tanya lagi dong, kapan terakhir kamu nahan tangis? Padahal udah nahan sekuat mungkin, udah menata isi hati dan pikiran supaya terlihat tegar, tapi tetap aja meneteskan air mata tanpa diminta. Pernah? Kalau pernah sini aku kirim pelukkkk. Siapapun kamu, dimanapun kamu, yuk sama-sama belajar berterimakasih kepada diri sendiri.

Baca juga : Bukan Untuk Saling Memiliki

Ella Fitria

Yuk Baca Lainnya!

Latest Posts