Wujudkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dari Rumah

oleh Ella Fitria
Ilustrasi Keluarga Bahagia Tanpa Asap Rokok

Dua tahun lalu, beberapa kali aku harus menjalani rontgen dada atau toraks karena sering mengalami batuk dan napas terasa berat. Bukan tanpa alasan aku harus bolak balik ke Rumah Sakit demi bertahan hidup akibat paparan asap yang selama ini aku hirup. 22 tahun hidup di lingkungan yang bisa dikatakan “masa bodoh” dengan keberadaan asap, baik asap kendaraan maupun asap rokok. Meskipun aku tinggal di pegunungan dengan suasana dan udara yang sejuk, bahkan bisa dikatakan polusi udara di tempat tinggalku sangat minim jika dibandingkan dengan kota-kota besar, namun sayangnya aku termasuk salah satu orang yang kurang beruntung karena paparan zat beracun yang terkandung di dalam asap terutama asap rokok.

Menurut laman Halodoc, paparan asap rokok mengandung lebih dari 4000 senyawa kimia, yang mana 250 jenis diantaranya dikenal sangat beracun. Dan lebih dari 50 di antaranya bisa memicu kanker (Karsinogenik). Zat berbahaya dalam asap rokok mampu bertahan di udara selama kurang lebih empat jam. Alhasil, menghirup partikel-partikel ini hanya dalam hitungan menit dapat membahayakan kesehatan. Setelah lima menit, asap rokok yang masuk ke tubuh akan membekukan aorta. Sedangkan dalam 20–30 menit bisa menyebabkan pembekuan darah dan kurun waktu dua jam bisa membuat detak jantung tidak teratur.
Sejak kecil hingga menjadi mahasiswa, aku tak pernah sedikitpun merasa takut bahkan risau dengan kepulan asap rokok yang dihasilkan oleh orang-orang di sekitarku. Namun, nyatanya kekebalan tubuh seseorang berbeda-beda, lambat laun aku yang tidak pernah mengalami sesak napas dan tidak memiliki riwayat asma mulai merasakan napasku tersengal saat tanpa sengaja menghirup asap rokok. Batuk kian menjadi, hingga tekannya membuat perut terasa kram.
Hasil Rontgen Paru Ella Fitria di RSUD Hj. Anna Lasmanah

Saat itu ibuku kukuh memeriksakan kondisiku ke dokter spesialis paru di RSUD Hj. Anna Lasmanah, awalnya aku masih merasa tidak apa-apa. Tapi ternyata hasil rontgen menunjukkan adanya peradangan yang terjadi pada saluran utama pernapasan atau saluran bronkus yang membawa udara dari dan ke paru-paru (Bronchitis). Kaget? Pasti. Karena sekali lagi selama 22 tahun menjadi perokok pasif tidak pernah merasakan gejala apa-apa. Nyatanya, saluran pernapasanku terjadi peradangan.

Berawal dari Bronchitis, Wujudkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dari Rumah

Setelah melihat paruku lewat selembar  foto rontgen, orang rumah terutama adek dan bapak yang merupakan perokok aktif benar-benar peduli dengan kondisiku. Mereka tanpa diminta tidak lagi merokok di dalam rumah, pun dengan tamu, temanku, teman adikku mereka tidak lagi merokok di depanku bahkan di ruang tamu sekalipun. Meskipun, pada awalnya beberapa diantara mereka ada yang berkata dengan nada sinis,

Alah cuma asap rokok, lebay banget.

Seketika ingin marah, sedih, dan kecewa campur menjadi satu karena minimnya kesadaran mereka untuk peduli dengan orang lain. Padahal tanpa sadar, kenikmatan yang mereka rasakan justru perlahan membunuh orang-orang yang ada di sekitarnya. Mau sampai kapan ada “aku-aku” yang lain?

Beberapa perokok aktif juga ada yang beranggapan bahwa,

Kenapa mesti asap  rokok yang selalu disalahkan? Kenapa tidak mengangkat issue asap kendaraan, asap pabrik, dll. Toh mau ngerokok ataupun nggak, itu hak setiap orang.

I see, aku paham setiap orang memiliki kebebasan, tetapi apakah hak yang kalian nikmati tidak melanggar hak orang lain untuk bisa menghirup udara sehat?

Di masa pandemi seperti ini, rumah bisa dikatakan sebagai tempat perlindungan dari bahayanya virus Covid-19, namun apakah sudah tepat jika rumah dijadikan tempat yang aman untuk berlindung terutama bagi seorang anak? Sedangkan kepulan asap rokok mengudara setiap saat? Aku menghela napas pelan saat mendengarkan penjelasannya Talkshow Ruang Publik KBR episode Rumah, Asap Rokok, dan Ancaman Covid-19 bersama Dokter Spesialis Paru, dr. Frans Abednego Barus, Sp.P dan Manajer Komunikasi Komnas Pengendalian Tembakau, Nina Samidi.

Menurut pemaparan dr. Frans Abednego Barus, Sp.P, selain perokok pasif atau secondhand smoker yang menghirup asap rokok secara langsung di udara, ada juga perokok pihak ketiga atau third hand smoker yakni seseorang yang terkena zat sisa asap rokok yang menempel di permukaan benda di sekitarnya. Balita serta anak-anak, lebih rentan menjadi third hand smoker karena seringkali balita dan anak-anak saat bermain menyentuh permukaan benda yang terpapar zat beracun dari rokok. 
Kemudian perokok aktif ada yang beranggapan,

Kan pas aku ngrokok, anak istri masuk ke dalam kamar, jadi nggak ada masalah.

Seberapa efektif cara demikian dilakukan? Karena menurut Dr. Georg Matt peneliti dari Universitas San Diego, zat sisa asap rokok dapat bertahan di permukaan benda, khususnya dalam rumah. Entah itu sofa, baju, gorden, dll.

Kawasan Tanpa Rokok (KTR) merupakan ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan dan/atau mempromosikan produk tembakau. Pemerintah melalui UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan PP No. 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan telah mewajibkan pemerintah daerah untuk menetapkan KTR di wilayahnya masing-masing melalui Peraturan Daerah (Perda) atau peraturan perundang-undangan daerah lainnya.

Ilustrasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
Nyatanya, penerapan kawasan tanpa asap rokok (KTR) belum maksimal dilakukan. Dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, ada 19 Provinsi dan 309 daerah yang sudah mempunyai peraturan daerah khusus KTR, namun hanya 29 daerah yang sudah menerapkan tindak pidana ringan (tipiring) berupa sanksi pembayaran denda bagi masyarakat merokok di kawasan yang sudah ditetapkan. Kebijakan KTR ini merupakan bagian dari Gerakan Masyarakat Hidup Sehat yang tertuang dalam Instruksi Presiden No 1/2017. 
Mewujudkan KTR dari Lingkungan Keluarga

Mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dari rumah tidaklah mustahil. Kesadaran dan kepedulian antar anggota keluarga sangat diperlukan untuk menciptakan kesepakatan rumah sehat tanpa asap rokok. Berikut ini indikator Kawasan Tanpa Rokok (KTR) secara umum menurut website resmi pemerintah kabupaten Buleleng.

Indikator Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

  1. Tidak tercium asap rokok
  2. Tidak terdapat orang merokok
  3. Tidak terdapat asbak/korek api/pemantik
  4. Tidak ditemukan puntung rokok
  5. Tidak terdapat ruang khusus merokok
  6. Terdapat tanda larangan merokok
  7. Tidak ditemukan adanya indikasi merek rokok atau sponsor, promosi dan iklan rokok di area KTR
  8. Tidak ditemukan penjualan rokok (pada sarana kesehatan, sarana belajar, sarana anak, sarana ibadah, kantor pemerintah dan swasta, dan sarana olahraga kecuali: pasar modern/mall, hotel, restoran, tempat hiburan dan pasar tradisional)
  9. Penjualan rokok tidak di-display (dipajang)
Dari indikator di atas, kita bisa menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dari ruang lingkup terkecil seperti rumah untuk mewujudkan pola hidup sehat serta turut mendukung Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas).

Asap Rokok dan Ancaman Covid-19

Lanjut pemaparan dari dr. Frans Abednego Barus, Sp.P dalam Talkshow Ruang Publik KBR bahwa,

Setiap asap rokok yang dihidup masuk ke dalam paru, itu akan merusak namanya bangunan saluran napas yang memiliki daya tahan mekanik dan daya kimia. Daya tahan mekanik yaitu rambut-rambut halus namanya silia untuk mengusir kuman dan mengarahkan namanya skret, dahak, real, dan lain-lain untuk memudahkan dikeluarkan dari saluran napas, benda asing dikeluarkan dari saluran napas. Kalau perokok dia lumpuh atau sudah gundul, rambut silianya sudah tidak ada lagi. Untuk daya tahan mekanik. Yang kedua daya tahan kimia yaitu IGA akan berkurang sekali di sepanjang saluran napas. Hal inilah yang kami pikirkan jadi klinisi kenapa pasien anak justru lebih kuat daripada pasien dewasa dalam menghadapi Covid-19 karena mereka belum terpapar polusi secara usianya dan belum menjadi seorang perokok. Jadi fakta ini harusnya menjadi perhatian para perokok.

Sedangkan Manajer Komunikasi Komnas Pengendalian Tembakau, Nina Samidi berpendapat,

Perilaku merokok dapat mengakibatkan infeksi saluran pernapasan sehingga dapat meningkatnya resiko infeksi Covid-19. Seharusnya hal demikian dapat dijadikan dasar Pemerintah untuk menerapkan aturan pengendalian tembakau yang lebih ketat, agar tujuan learning education bisa tercapai. Jika pemerintah ingin menurunkan angka penularan Coivd-19, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah memblock resiko awalnya terlebih dahulu salah satunya yakni perilaku merokok.

Tuturnya dalam Talkshow Ruang Publik KBR episode Rumah, Asap Rokok, dan Ancaman Covid-19.

Sumber: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Sudah kita ketahui bahwa sebatang rokok mengandung zat berbahaya berupa; Karbonmonoksida (CO) salah satu gas yang beracun menurunkan kadar oksigen dalam darah, sehingga dapat menurunkan konsentrasi dan timbulnya penyakit berbahaya. Zat TAR, yakni zat berbahaya penyebab kanker (Karsinogenik) dan berbagai penyakit lainnya. Nikotin, zat berbahaya penyebab kecanduan (adiksi).

Dampak kesehatan akibat rokok merupakan masalah yang terjadi secara global. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan terdapat lebih dari 7 juta kematian terjadi akibat penyakit yang ditimbulkan oleh asap rokok setiap tahunnya. Sekitar 890.000 kasus kematian tersebut terjadi pada perokok pasif di seluruh dunia.

Sumber: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Selain mengganggu kesehatan, merokok juga menghasilkan sampah yang sulit terurai karena putung rokok merupakan golongan sampah berbahaya (B3) yang memerlukan waktu 10 tahun untuk terurai. Indonesia adalah urutan ke-3 konsumsi rokok di dunia. Data Riskesdas 2013 menyebutkan perokok di Indonesia menghabiskan minimal 12 batang setiap hari. Kondisi ini diperparah dengan fakta bahwa industri rokok memproduksi rata-rata 338 miliar batang rokok untuk memenuhi adiksi lebih dari 90 juta perokok aktif di Indonesia. 

Upaya Pemerintah dalam Pengendalian Tembakau

Menurut Nina Samidi, perhatian pemerintah terhadap pengendalian tembakau melalui UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan PP No. 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan dirasa belum kuat sehingga perlu adanya revisi.
Upaya pemerintah dalam pengendalian tembakau sebenarnya dapat belajar dari Boswana, Afrika Selatan yang mana di negara tersebut berlaku pelarangan penjualan rokok yang secara otomatis akan mengurangi perilaku merokok. Boswana juga melarang impor rokok sehingga pengendalian tembakau dapat dikontrol oleh pemerintah karena keterbatasan akses.

Dalam Pergub Jateng Nomor 3 Tahun 2019 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Provinsi Jawa Tengah tampaknya juga belum maksimal. Mau tidak mau, peduli tidak peduli, kita harus bersinergi dalam mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), dimulai dari ruang lingkup terkecil seperti rumah. Adanya kesepakatan dan kepedulian sesama anggota rumah sangat dibutuhkan dalam mewujudkan Rumah Tanpa Rokok. 

Secercah Harapan dari Secondhand Smoker untuk Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

Melalui tulisan ini, aku berharap orang-orang di luar sana semakin aware dan peduli dengan diri sendiri serta keluarga dari bahayanya asap rokok yang beterbangan di sekitar kita. Teruntuk perokok aktif, sungguh aku tidak melarang kalian merokok, toh kita sama-sama memiliki hak. Namun, alangkah baiknya ketika menikmati hak yang seharusnya kita dapatkan coba gunakan hati nurani dan akal sehat karena dampak yang ditimbulkan berjangka panjang.

Semoga, di luar sana semakin banyak perokok aktif yang mau peduli dengan orang di sekitarnya, bahkan semoga semakin banyak yang berani untuk #PutusinAja ketergantungan dengan rokok. Pun, semoga Indonesia bisa mewujudkan Kawasan Tanpa Asap (KTR) demi mendukung target Generasi Emas 2045.
Semoga lagi, pemerintah segera mengambil tindakan tegas terhadap perilaku merokok dan melakukan upaya pengendalian tembakau yang lebih konkrit seperti penutupan akses penjualan rokok di Indonesia. Aku juga berharap semoga suatu saat Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang dimulai dari rumah dapat meluas ke lingkungan RT, Desa, bahkan Kecamatan dilengkapi dengan penyediaan fasilitas area merokok sehingga diharapkan dapat mengurangi paparan asap rokok yang dapat terhirup bebas oleh siapapun.

Tertanda dari aku, salah seorang yang saat ini tidak mampu terkena asap rokok.

Sumber:
  1. https://www.kbrprime.id/listen.html?type=story-telling&cat=ruang-publik&title=rumah-asap-rokok-dan-ancaman-covid-19
  2. http://p2ptm.kemkes.go.id/infografhic/kandungan-dalam-sebatang-rokok-bagian-2
  3. http://www.p2ptm.kemkes.go.id/Inforgraphic/15-pesan-menjelang-armina/akibat-asap-rokok
  4. https://bulelengkab.go.id/detail/artikel/memahami-lebih-dalam-tentang-kawasan-tanpa-rokok-ktr-54
  5. https://www.halodoc.com/alasan-perokok-pasif-lebih-berbahaya-dari-yang-aktif
  6. https://www.viva.co.id/gaya-hidup/kesehatan-intim/1189364-indonesia-penyumbang-limbah-puntung-rokok-terbesar-kedua-di-dunia
  7. https://dinkesjatengprov.go.id/v2018/2019/07/11/sosialisasi-pergub-jateng-nomor-3-tahun-2019-tentang-kawasan-tanpa-rokok/
  8. https://m.mediaindonesia.com/read/detail/238306-penerapan-kawasan-tanpa-asap-rokok-belum-maksimal
Ella Fitria

You may also like

0 0 vote
Rating Artikel
guest
0 Komentar
Feedback Sebaris
Lihat semua komentar
Sarieffe
6 Juni 2020 23:33

Waktu remaja aku udah punya cita-cita ingin punya suami yang tak suka merokok karena bapak, embah dan adikku perokok dan Alhamdulillah terkabul mba. Sedih banget kalau pagi bangun tidur sudah ada yg menyulut rokok dan asapnya memenuhi ruang tamu dan beberapa ruangan di sekitarnya

Haeriah Syamsuddin
6 Juni 2020 23:33

Paling sebel liat perokok yang suka seenaknya tanpa peduli dengan sekitarnya. Apalagi kalau udah diingatkan eh malah nyolot. Rasanya pengen sekalian langsung cabut rokoknya biar dia berhenti segera.

Arif Rudiantoro
6 Juni 2020 23:33

Saya juga perokok yg lumayan aktif tapi dulu, sekarang sudah jarang-jarang klo pas ingin aja hehe

Tapi anehnya meskipun perokok tapi q nggak suka klo ada orang merokok di samping q, suka ikut plekikken,

Dan dulu sukanya merokok sembarangan enggak peduli sekitar.

Tapi itu dulu lo Mbak sekarang sudah enggak, krena laki enggak ngerokok nggak oke ktanya wkwk

Ella Fitria
7 Juni 2020 05:01

Bener kak. Semoga terwujud dibanyak tempat, kesadaran perokok aktif memang sangat diperlukan supaya nggak mengganggu kenyamanan orang lain 🙁

Ella Fitria
7 Juni 2020 05:03

Sepakat bgt mbak. Akupun. Kl masalah rokok begini harus tegas, tamu kudu ikuti aturan yg punya rumah. Hhh
Apalagi ada balita di rumah kan. Semoga perokok2 aktif di luar sana makin sadar tempat buat ngrokok. Huhu

Ella Fitria
7 Juni 2020 05:06

Ahahaha. Syukurlah kl skrg udah berhenti ngrokok, sayangi diri sendiri dan keluarga. Iya memang susah, tp kl saling pengertian bakal mudah kok. Yg ngrokok jgn ngrokok sembarangan supaya nggak ganggu kesehatan orang lain 🙂

Ella Fitria
7 Juni 2020 05:08

Wow.. Alhmdulillah ya mas udh bisa #putusinaja dr kecanduan rokok. Bener bgt, kty buat berhenti ngorkok tuh susah karena bikin kecanduan ya. Harapanku semoga makin banyak orang2 yg sadar seperti mas Aris ini supaya tidak ada lagi perokok pasif yg terancam bahanya 🙂

Ella Fitria
7 Juni 2020 05:10

Laah benerrr. Hahaha
Katanya mulut2ku. Rokok2ku beli sendiri pke uang sendiri. Ya kalau asapnya ditelen sendiri mah bodo amat lah ini orang lain ikutan kena zat beracunya woi. Hhh

Ella Fitria
7 Juni 2020 05:11

Iya.. Kadang mereka ga sadar, diingetin malah marah. Kan serba salah ya. Pdhl mungkin banyak orang2 yg kaya q, yg nggak bisa kena asap rokok karena saluran pernapasan terinfeksi 🙁

Ella Fitria
7 Juni 2020 05:12

Ahahaha alhmdulillah kl suami dan keluarga besar sedar demikian ya mbak. Jd nggak buang2 tenaga buat selalu ngingetin 😀
Iya kl diitung2 perokok aktif setahun butuh duit berapa tuh buat ngrokok. Bakar uang. Hihi

Ella Fitria
7 Juni 2020 05:14

Iya Mas Rezky. Semoga banyak perokok aktif yg sadar tempat yaa. Jd asapnya nggak mengganggu orang lain 🙂
Penting juga kl bertamu jgn merokok sembarangan di rumah empunya. Hihi

Ella Fitria
7 Juni 2020 05:15

Iya mbak Lia. Sama, asap rokok bener2 bikin berat buat napas, pusing juga efeknya 🙁
Alhmdulillah kl ayah dan suami mbak Lia bukan perokok 😀

Ella Fitria
7 Juni 2020 05:20

Bner mbak. Rasanya engap bgt, buat napas berat bgt 🙁
Syukurlah kl punya suami yg nggak merokok 🙂

Ella Fitria
7 Juni 2020 05:21

Iya mbak. Nggak ngerti knpa mereka begitu, pdhl kan ya kl sama2 menghormati dan menghargai silakan aja ngrokok asal asapnya jgn mengganggu org lain kn. Huhu

Ella Fitria
7 Juni 2020 05:30

Ahahaha.. Nah mas perokok aktif aja nggak suka kl ada orang yg ngrokok deket2 apalagi aku yg bukan perokok. Huhu
Semoga besok lusa bisa berhenti dr rokok ya maas 🙂

Dyah KS
7 Juni 2020 13:12

Semoga makin banyak KTR krn msh byk yg merokok d sembarang tempat atau tempat umum

miyosi ariefiansyah (bunda taka)
7 Juni 2020 13:41

Saya termasuk yg kesell bgt sm perokok aktif lebih2 yg suka bilang lebayy
Moga2 pandemi ini membuat perokok menghentikan aktivitasny dan semoga jg makin banyak KTR y mba 🙂

Irena Faisal
7 Juni 2020 20:42

Aku dulu perokok berat, bisa empat bungkus per hari. Sekarang malah benci banget asep rokok apalagi kalau ada orang merokok didekatku dan anak-anaku 🙁

Ratu Kemala
7 Juni 2020 20:41

Aku gak tahan banget sama asap rokok
pas kecil punya gejala bronchitis juga
sekarang lagsung sesek kalo kena asap rokok

Meykke Santoso
7 Juni 2020 20:41

ketje banget artikelnya mba, dan saya juga sama. Dulu tapi pas balita sakit flek paru paru karena ayah saya merokok. dan ini terjadi sama kepada dua adek ku juga, dan memang alasannya pun sama. asap rokok.makanya dulu pas cari suami ada satu syarat yang ngga bisa diganggu gugat, no smoker. Alhamdulilah skrang punya suami nggak ngerokok jadi anak insyaAllah aman