Cintai Hutan demi Masa Depan yang Lebih Cemerlang

oleh Ella Fitria

Cintai Hutan demi Masa Depan yang Lebih Cemerlang

Apa sih yang ada di benak kalian ketika mendengar kata hutan? Menyeramkan kah? Berbahaya kah? Atau justru menyenangkan? Bagi kami yang tinggal di salah satu kecamatan perbatasan antar kota nggak asing lagi ketika mendengar kata hutan. Berbeda dengan kalian yang tinggal di pusat kota ya? Begitu mendengar kata hutan mungkin yang terlintas di benak kalian hutan itu menyeramkan, membahayakan, banyak hantu, banyak hewan, kotor, gelap, dll. Tapi itu semua nggak berlaku bagi kami yang sedari kecil sudah sangat akrab dengan alam, pepohonan, tebing tanah yang menjulang tinggi, serta berbagai hewan yang ada di sekitar kami. Kami tumbuh di pedesaan yang lebih banyak lahan perkebunan daripada rumah warga, di sebuah desa kecil, di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. 

Dulu, saat teman kuliahku berkunjung ke rumah, nggak ketinggalan komentar “Ini rumah di tengah hutan? Atau hutan di tengah rumahmu, La?” Sakit hati? Nggak dong! Malah teman-teman yang terbiasa hidup di kota beberapa kali sengaja main ke rumahku untuk menginap dan refreshing sejenak dari hiruk pikuk perkotaan, dari kemacetan jalanan, dan dari polusi kendaraan. Meski tinggal di desa yang kanan kiri, depan belakang rumahku adalah pepohonan, tapi aku nggak pernah bosan untuk mengunjungi destinasi wisata alam, apalagi main ke hutan pinus dan hutan mangrove di daerah lain.  

Yuk Mengenal Hutan Indonesia

Ngomongin soal hutan, kalian tahu nggak sih hutan itu memiliki beberapa model. Hayo siapa yang baru tahu kalau Hutan Indonesia memiliki role model perhutanan? Ahahaha, kalau belum tahu, yuk kita bahas beberapa role model perhutanan supaya kita bisa paham dan berkontribusi untuk menyayangi hutan seperti kita menyayangi diri sendiri.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Indonesia No. 14/2004, “hutan didefinisikan sebagai suatu area/ lahan yang membentang lebih dari 0,25 hektar, dengan pepohonan yang tingginya lebih dari 5 meter pada waktu dewasa dan tutupan kanopi lebih dari 30%, atau pepohonan dapat mencapai ambang batas ini di lapangan.” (Departemen Kehutanan, 2004).

Sedangkan, dalam Undang-Undang No. 41/1999 tentang Kehutanan, mendefinisikan hutan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya saling berhubungan.

Nah sebetulnya jenis hutan Indonesia sangat banyak, namun kali ini aku akan membahas beberapa role model perhutanan sosialnya saja, diantaranya:

Role Model Perhutanan Sosial

Hutan Adat. Yap! Pernah mendengar hutan adat? Pasti pernah dong meskipun hanya mendengar atau melihat di layar televisi. Hutan Adat merupakan hutan yang berlokasi di wilayah masyarakat hukum adat. Di Indonesia, terdapat sekitar 9 Hutan Adat yang sudah diresmikan oleh KLKH (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) seperti, hutan Adat Ammatoa Kajang di Sulawesi Selatan, Hutan Adat Marga Serampas di Jambi, Hutan Adat Wana Posangke di Sulawesi Tengah, dll.   

Hutan Desa. Hutan ini dikelola oleh lembaga desa dengan tujuan untuk mensejahterakan suatu desa seperti yang ada di desa Bentang Pesisir Padang Tikar, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.

Hutan Kemasyarakatan. Hutan Kemasyarakatan merupakan hutan negara yang pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat dengan tujuan untuk memberdayakan masyarakat sekitar agar tercipta kesejahteraan. Tahun 2015, aku pernah main ke Kalibiru Yogyakarta yang ternyata Kalibiru ini merupakan salah satu hutan Kemasyarakatan di Indonesia. 

Hutan Konservasi. Biasanya hutan Konservasi ini dijadikan destinasi wisata yang menyuguhkan keindahan alam luar biasa lho, kawasan Hutan Konservasi memiliki ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. 

Hutan Lindung. Dulu zaman masih duduk di bangku sekolah dasar, aku masih ingat betul ketika ibu guru menjelaskan apa itu Hutan Lindung. Hutan Lindung merupakan kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mencegah intrusi air laut, mengendalikan erosi, dan memelihara kesuburan tanah, seperti yang terdapat di Rinjani Barat, Nusa Tenggara Barat.

Hutan Produksi. Namanya juga Hutan Produksi sudah pasti hutan ini mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan seperti benih tanaman, gula aren, karet, madu, pupuk organik, dll. Nah salah satu contohnya adalah hutan Produksi Kendilo di Kalimantan Timur.

Sudah tahu jenis hutan dan fungsinya kan? Kira-kira di tempat kalian ada salah satu hutan di atas nggak nih? 

Hutan Lebih dari Sekadar Pepohonan

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mengalokasikan 63% atau seluas 120,6 juta hektar daratannya sebagai Kawasan Hutan, sedangkan sisanya sekitar 37% merupakan Areal Penggunaan Lain (APL). Suka sedih nggak sih kalau mendengar orang yang beranggapan, “Indonesia itu miskin, nggak seperti negara luar yang kaya, maju, dan lain-lain.” Hei, Indonesia tuh negara kaya raya, tinggal bagaimana kita bisa mengolah dan memanfaatkan kekayaannya tanpa merusak ekosistem yang ada dengan cara hidup berdampingan dengan alam. 

Bagaimana nggak kaya raya coba? Bayangkan Indonesia dengan iklim tropis terdiri atas lebih dari 17.000 pulau yang terletak di antara dua benua dan dua samudera. Makanya nggak heran kalau Indonesia memiliki tingkat keanekaragaman hayati dan endemisitas yang sangat tinggi, serta memiliki tingkat keanekaragaman hayati lebih tinggi dari negara lain di dunia, kecuali Brazil dan Kolombia.

Hutan Lebih dari Sekadar Pepohonan

Meski hanya menyaksikan lewat televisi atau media sosial mengenai spesies fauna dan satwa liar yang sangat terkenal di berbagai daerah Indonesia, rasa takjub selalu membuncah di dalam dada. Berdasarkan data dari Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) 2015-2020 (BAPPENAS, 2016) Indonesia memiliki 1.605 jenis burung, 723 jenis reptil, 385 jenis amphibi, 720 jenis mamalia, 1.248 jenis ikan air tawar, 197.964 jenis invertebrata, 5.137 jenis arthropoda termasuk jenis-jenis arachnida, serta 181.847 jenis serangga termasuk 30.000 diantaranya dari ordo hymenoptera/ tawon, lebah dan semut. Berbagai keanekaragaman fauna Indonesia bahkan sudah banyak dikenal secara global. Bagaimana nggak kaya raya coba?

Belum lagi hutan Indonesia bukan hanya dihuni oleh spesies fauna dan satwa liar, di hutan Indonesia juga terdapat 91.251 jenis tumbuhan berspora, 120 jenis gymnospermae, serta sekitar 30.000-40.000 jenis tumbuhan berbunga/ angiospermae. Dari sini kita tahu kalau hutan bukan hanya sekedar pepohonan. Tapi hutan juga merupakan tempat beragam flora dan fauna yang saling membentuk ekosistem yang bermanfaat bagi bumi.

Berdampingan dengan Alam Membuat Hidup Terasa Nyaman

Sungguh, aku sangat bersyukur Tuhan memberiku kesempatan untuk hidup di sebuah desa yang kaya akan budaya serta hasil alam yang melimpah. Bukan alarm handphone ataupun jam waker mahal yang membangunkan kami setiap pagi, namun suara kokok ayam yang saling bersahutan, suara cuitan burung yang berterbangan, serta derit pohon yang diterpa angin.

Setiap pagi, kesejukan dan kabut tipis siap menerpa siapa saja yang mulai beraktivitas di luar rumah. Kenyamanan tinggal di desa memang bukan hanya isapan jempol, maklumlah anak desa yang dulu pernah tinggal selama 6 bulan di kawasan Industri Jababeka Bekasi langsung dirawat di Rumah Sakit karena penyakit sinusitis. Padahal aku hanya beraktivitas dari kost – kampus saja, namun ternyata tubuhku nggak bisa beradaptasi dengan polusi udara dan hawa yang cukup panas di sana.

Pagi, siang, malam, hampir 24 jam selalu menghidupkan AC, bahkan sering tiduran di lantai tanpa alas saking kepanasan. Ya gimana dong, anak desa ini terbiasa dengan suhu 23 derajat bahkan kalau musim dingin sekitar 16 derajat. Nah, mulai saat itu aku percaya dan meyakini bahwa tinggal di desa yang dikelilingi hamparan alam memang anugerah yang tak ternilai harganya. Apalagi masyarakat adat yang tinggal di dalam hutan, mereka bisa merasakan kedamaian dan ketenangan hidup yang belum tentu kita rasakan. 

Nah, sebetulnya di hutan itu ada apa saja sih? Sepenting apa hutan bagi kehidupan? Kenapa orang-orang selalu menyuarakan untuk menjaga hutan? Buatku, hutan adalah napas kehidupan bagi setiap insan, tanpa adanya hutan kehidupan nggak akan seimbang. Kita adalah bagian dari hutan, pun sebaliknya. Maka ketika kita menjaga hutan, hutan akan menjamin kehidupan kita di masa depan. Nggak ada alasan lagi untuk nggak menjaga hutan, nggak ada alasan lagi untuk acuh dan nggak peduli dengan alam, karena tanpa hutan dan alam, kita nggak akan bisa hidup seimbang.

Alasan Mengapa Hutan Penting Bagi Kehidupan

Nah berikut ini ada beberapa alasan mengapa kita wajib menjaga dan melindungi hutan, yuk disimak:

Alasan Mengapa Hutan Penting Bagi Kehidupan

Hutan Sumber Bahan Baku Makanan

Aku masih ingat betul ketika duduk di bangku Sekolah Dasar, tiap pulang sekolah bersama teman-teman selalu menuju kebun untuk membantu kakek membawa hasil pangan seperti; pisang, singkong, dan juga rempah-rempah sebagai bahan masakan ibu di rumah. Nggak hanya buah dan rempah, dari kebun juga menghasilkan kopi dan sayuran. Hal yang sangat kami tunggu ketika berada di kebun adalah saat kakek mengambil kelapa muda, sorak ramai sontak keluar dari mulut kami memberi semangat ketika kakek siap menaiki pohon kelapa. Btw, kebun kami jaraknya lumayan jauh dari area pemukiman, bukan kebun yang ada di samping rumah atau belakang rumah. Ah ya, baru bahas kebun saja banyak sekali sumber bahan baku makanan yang bisa kita nikmati kan? Apalagi kalau bahas hutan? Terlebih Hutan Adat yang terdapat masyarakat adat di dalam sana. Aku sepakat ketika masyarakat yang tinggal di hutan menganalogikan hutan layaknya lemari es yang menyimpan semua bahan makanan, namun mereka mengambil bahan makanan secukupnya karena mereka tahu batasan dan tanggung jawab terhadap hutan yang sustainable. 

Hutan Memiliki Budaya

Hutan Adat yang sudah ku ceritakan di atas memang memiliki keunikan tersendiri, salah satunya adalah budaya yang berbeda dari kehidupan pada umumnya. Jangankan mereka yang tinggal di pedalaman hutan, kami yang tinggal di lingkungan desa saja memiliki kebudayaan yang cukup kental. Kebudayaan yang ada memang nggak terlepas dari alam karena turun temurun dari nenek moyang yang lebih banyak beraktivitas dengan alam. Makanya, seringkali budaya masyarakat adat membuat wisatawan lokal maupun mancanegara penasaran ingin menyaksikan budaya tersebut secara langsung, seperti budaya rumah panjang tradisional yang bisa menampung lebih dari 300 orang di Kalimantan Barat, lalu ada juga masyarakat adat Wae Rebo Nusa Tenggara Timur yang memiliki berbagai macam upacara adat diantaranya; upacara Penti (tahun baru) karena masyarakat Wae Rebo memiliki pertanggalan lokal yang tahun barunya jatuh pada pertengahan antara bulan Oktober – November, lalu ada upacara Kasawiyang pada bulan Mei untuk menyambut perubahan arah tiupan angin pada bulan Mei, dan juga upacara Kasawiyang pada bulan Oktober sebagai pertanda perubahan arah tiupan angin pada bulan Oktober. 

Hutan Sumber Inspirasi

Inspirasi Design Pesawat Siluman

Jujur, tiap kali aku merasa jenuh dengan rutinitas dan butuh jeda, aku selalu mengunjungi alam. Aku bersyukur sekali karena hidup di desa, maka cukup beberapa langkah saja dari rumah bisa duduk manis memandang pepohonan, melihat burung berterbangan, dan tentunya bisa merasakan udara yang lebih segar. Memang hutan bisa menjadi sumber inspirasi dari berbagai kecanggihan teknologi yang selama ini kita nikmati, salah satunya adalah tumbuhan yang berasal dari hutan hujan jawa Alsomitra Macrocarpa yang menginspirasi ilmuwan untuk menstabilkan pesawat terbang.

Selain itu, Kereta Jepang Shinkansen juga mengadopsi paruh Burung Raja Udang atau Burung Tengkek Udang untuk mengatasi masalah suara ledakan saat memasuki terowongan lho. Ternyata para ilmuwan belajar dari Burung Tengkek Udang ini yang selalu berburu mangsanya dengan cara menceburkan diri ke dalam air, karena bentuk paruh burung ini aerodinamis sehingga mampu menceburkan dirinya ke dalam air tanpa suara dan luka di tubuhnya. Keren banget nggak sih? Flora dan fauna ternyata bisa menjadi sumber inspirasi bagi para ilmuan dunia.

Hutan Penyeimbang Laju Ekonomi

Kalian pernah berpikir sejenak nggak? Kalau setiap saat kita selalu membutuhkan sesuatu yang berasal dari hutan? Mulai dari oksigen, bahan makanan, sandang yang kita pakai, kertas yang kita gunakan, tissue, pensil, obat-obatan, kopi, parfum yang berasal dari essence bunga hingga bahan baku pembuatan rumah sekalipun. Sadar nggak sadar kita nggak bisa lepas dari hutan. Beberapa bulan lalu aku sempat menikmati madu hutan Odeng dari suku Baduy yang memiliki harga jual lumayan tinggi, hal demikian bisa membantu masyarakat adat dalam meningkatkan perekonomian di daerah. Selain itu, ada juga gula aren, minyak kayu putih, buah, sayuran, dll. Belum lagi kayu serta kekayaan alam lainnya yang bisa dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. 

Hutan sebagai Destinasi Wisata Edukasi

Pernah berwisata ke hutan? Yakin kalian nggak ingin melihat syahdu dan tenangnya suasana di hutan? Ah ya, jadi kangen tracking menuju salah satu destinasi wisata di Baturraden. Hal yang paling berkesan saat menjelajah hutan adalah bertemu hewan serta tumbuhan yang sangat jarang ku temui, beruntung saat tracking di hutan Baturraden bisa melihat Elang Jawa yang terbang bebas ke sana kemari, ya Tuhan. Mungkin aku bakal jingkrak-jingkrak kalau bisa menemukan hewan langka lainnya, apalagi kalau bisa bertemu orang utan, dll. Duhh, nggak terbayang. Sungguh, kekayaan hutan bisa menjadi destinasi wisata edukasi, karena edukasi bukan hanya bisa dilakukan di bangku sekolah atau di ruangan saja, justru edukasi sesungguhnya adalah kehidupan, seperti alam bebas ini.

Tracking dan Wisata Edukasi di Hutan Baturraden

Dari hutan kita bisa belajar untuk survive dan melanjutkan perjalanan dengan membuat pilihan yang tepat. Selain bisa menyaksikan Elang Jawa, aku pun merasakan pengalaman digigit pacet. Ahahah, meskipun sudah bersepatu rapat, ternyata pacet bisa masuk ke sela-sela sepatu, it’s okay semua ini merupakan pengalaman berharga yang nggak bisa didapatkan dimanapun kecuali di dalam hutan. Jadi makin ingin main ke Tangkahan ekowisata yang berbasis masyarakat deh.

Mengenalkan Alam dan Hutan dengan Mengusung Pasar Digital

Jujur, mungkin ketika aku nggak merasakan tinggal di Jababeka Bekasi nggak akan sepeduli ini dengan alam. Memang sedari dulu menganggap alam merupakan hal yang sangat penting, tetapi dulu aku belum bisa merasakan bahwa aku dan seluruh makhluk di bumi benar-benar ‘membutuhkan’ alam serta hutan untuk keseimbangan. Dulu aku berpikir, orang-orang yang tinggal di perkotaan juga bisa tetap hidup, tanpa aku berpikir bahwa mereka yang tinggal di perkotaan juga merasakan manfaat hutan, mulai dari karbon dioksida yang diserap hutan hingga bisa menikmati oksigen secara gratis. Selain itu, hutan juga menyediakan bahan pangan, bahan obat, menyimpan air, mencegah bencana alam, dan sebagai tempat tinggal ratusan jenis hewan dan tumbuhan.  

Mengenalkan Alam dan Hutan lewat Pasar Digital

Di era digital ini anak-anak muda milenial cenderung lebih dekat dengan teknologi dan media sosial. Maka tahun 2018, aku dengan teman-teman berkesempatan merintis pasar digital yang berkonsep back to nature di tengah alam dengan mengusung budaya setempat. Pasar digital ini digelar setiap hari Minggu di tengah perkebunan dekat dengan hutan. Pasar ini menyediakan berbagai jajan pasar atau makanan zaman dulu yang berbahan dasar hasil alam. Meski dengan konsep tradisional, kami mempromosikannya melalui digitalisasi (facebook, twitter, instagram, youtube, dan juga melalui blog), dari situlah nama Pasar Digital digunakan. Oya, kami juga bekerjasama dengan berbagai komunitas anak muda di Banjarnegara serta komunitas kesenian/ sanggar tari setempat untuk mengenalkan kembali budaya-budaya setempat.

Pasar Digital Lodrajaya

Secuil harapan kami dengan adanya pasar digital ini bisa sedikit menyadarkan teman-teman milenial bahwa meski di era digital seperti sekarang, kita tetap bisa hidup berdampingan dengan alam. Dari alam kita bisa belajar menghargai banyak hal, mulai dari hal terkecil sekalipun. Karena seringkali kita lupa bahwa makin banyak orang yang abai dengan kelestarian lingkungan, seperti konsumsi kantong plastik, tissue, kertas, listrik, dan air yang berlebihan. 

Maka dari itu, di pasar digital ini kami mengingatkan kembali kepada masyarakat tentang kelestarian lingkungan salah satunya dengan mengurangi sampah plastik dan memakai hasil produk dari alam serta hutan. Pasar digital ini sama sekali nggak menggunakan peralatan yang berbahan plastik. Tempat makan seperti sendok, garpu, piring, mangkuk, hingga gelas terbuat dari bambu dan kayu, sedangkan untuk kantong plastik kami ganti menggunakan besek (bambu). Selain itu, menu makanan dan minumannya juga memanfaatkan dari hasil alam sekitar, jadi di pasar digital nggak ada yang menjual makanan cepat saji. Karena terletak di alam bebas, masyarakat serta pengunjung pun bisa turut merasakan betapa sejuk dan indahnya pesona alam dan hutan.

Menjaga Hutan Dimulai dari Diri Sendiri

Edukasi mengenai pentingnya kita menjaga alam bukanlah hal yang sulit, bisa dimulai dari diri sendiri, dari orang terdekat, dan dari orang di sekeliling kita. Masyarakat adat juga bisa menjaga hutan seperti menjaga dirinya sendiri, kenapa kita nggak bisa? Meskipun nggak tinggal/ hidup di dalam hutan secara langsung, kita bisa menghirup oksigen, kita masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari, kita bisa makan sayur-buah dll, dan kita juga bisa menikmati air yang mengalir dengan lancar berkat ekosistem di hutan yang masih terjaga.

Tanpa sadar, semua hal yang berkaitan dengan kehidupan kita merupakan wujud keseimbangan dari hutan. Tanpa hutan, apakah kita yakin akan bisa terus bernapas? Tanpa hutan, apakah kita yakin Indonesia akan terus berjaya? Yuk, mulai dari diri sendiri dengan melakukan penghematan serta lebih peduli dengan lingkungan alam. Hal ini bisa menjadi salah satu implementasi yang akan memperpanjang kehidupan kita di bumi ini lho. Meski tinggal di kota metropolitan, kita masih tetap bisa berkontribusi untuk sama-sama menjaga hutan kita supaya bisa dinikmati oleh anak cucu kita dengan cara adopsi hutan. 

Hutanitu.id Salah Satu Pejuang Hutan Masa Kini

Hutan itu Indonesia

Deforestasi atau perubahan secara permanen dari areal berhutan menjadi tidak berhutan merupakan ancaman bagi seluruh kehidupan di bumi, jika deforestasi terus terjadi maka hutan akan habis dan nggak ada tempat tinggal untuk hewan serta tumbuhan. Pun nggak akan ada tempat untuk menyimpan air sebagai sumber utama kehidupan. Beruntung sekali karena organisasi Hutan Itu Indonesia (hutanitu.id) mengajak kita untuk menjaga hutan serta melestarikan hutan lewat program Adopsi Hutan. 

Hutan Itu Indonesia adalah gerakan positif yang mengajak setiap orang untuk peduli dengan hutan, terlebih bagi kalian yang tinggal jauh dengan hutan. Organisasi ini berdiri sejak 22 April 2016, yang diprakarsai oleh Andre Christian, Vitri Sekar Sari, Rinawati Eko, Gita Syahrani, Rexanna Silalahi, Leoni Rahmawati, Verena Puspawardani, Kestri Ariyanti, Mary Osmond, dan Januar Satria. Pokoknya salam hormatku untuk teman-teman pegiat lingkungan seperti mereka.

Organisasi Hutan Itu Indonesia mengingatkan kembali kepada kita bahwa hutan Indonesia bukan hanya sekadar pepohonan, melainkan di hutan juga terdapat berbagai makhluk serta ekosistem yang harus sama-sama kita jaga. Organisasi ini memiliki tujuan untuk meningkatkan kesadaran kita tentang kekayaan hutan, serta mengajak masyarakat untuk berkontribusi menjaga hutan dengan berbagai cara, salah satunya dengan Adopsi Pohon. 

Adopsi Pohon Salah satu Bentuk Cinta Hutan

Ilustrasi Adopsi Pohon

Pada hari Jumat, 07 Agustus 2020 kita bersama-sama memperingati Hari Hutan Indonesia sebagai pengingat bahwa Indonesia memiliki hutan sebagai paru-paru dunia yang harus dijaga supaya kehidupan di masa depan masih bisa dirasakan. Hari Hutan Indonesia bukan hanya sebuah momentum perayaan saja, namun Hari Hutan Indonesia juga mengenalkan hal positif yang bisa kita lakukan untuk menjaga hutan secara gotong royong dengan cara Adopsi Hutan atau Pohon. Adopsi hutan adalah program untuk membantu masyarakat penjaga hutan Indonesia. Dana yang terkumpul akan digunakan untuk lembaga masyarakat setempat untuk patroli hutan desa/ adat, modal wirausaha produksi hasil hutan non-kayu, dan klinik kesehatan masyarakat setempat. 

Berdonasi Adopsi Hutan Indonesia via Kitabisa.com

Saat aku membuka laman kitabisa.com untuk berdonasi Adopsi Hutan Indonesia rasanya bahagia banget, sungguh. Meskipun berdonasi nggak seberapa tapi rasanya ikut bangga dengan gerakan positif ini, oh ya donasi ini dibuka sampai bulan Oktober 2020 dengan target dana yang terkumpul 1 Milyar. Kemarin saat aku buka laman kitabisa.com baru terkumpul sekitar 20 juta dengan 117 donatur. Untuk penyaluran donasi Hutan Itu Indonesia bekerjasama dengan berbagai komunitas nirlaba untuk menyalurkan dana Adopsi Hutan desa/ adat dengan target 10 lokasi hutan mulai dari Sumatera hingga Nusa Tenggara.

Mulai dari Rp. 10 Ribu untuk Masa Depan Cemerlang

Mumpung waktu berdonasi masih lama, yuk sama-sama mengadopsi hutan dengan menyisihkan rezeki kita. Nggak harus dengan nominal besar kok karena bisa dengan nominal Rp. 10 ribu saja. Di mana pun kalian, apalagi yang tinggal di perkotaan, sekarang saatnya donasi di kitabisa.com untuk Adopsi Hutan Indonesia supaya hutan kita makin terawat serta untuk meminimalisir adanya deforestasi ilegal. Berapapun donasi kalian akan sangat berharga di kehidupan mendatang. Yuk, sama-sama kita tunjukkan kepedulian terhadap hutan dengan Adopsi Hutan. Kalau bukan kita, siapa lagi?

Sumber:

https://hutanitu.id/2020/08/13/gotong-royong-rayakan-hari-hutan-indonesia-dengan-adopsi-hutan/

Status Hutan dan Kehutanan Indonesia 2018. Ebook Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLKH)

http://pskl.menlhk.go.id/publikasi/95-pencanangan-hutan-adat-oleh-presiden-ri.html

https://redigest.web.id/2019/05/bagaimana-burung-raja-udang-merevolusi-shinkansen/#.XztKjugzY2x

https://bobo.grid.id/read/081252730/wah-tanaman-dari-hutan-hujan-jawa-ini-menginspirasi-bentuk-pesawat?page=all

http://pskl.menlhk.go.id/publikasi.html

Raw Vector:
Freepik

Photo:
Mongabay, Ella Fitria, Pasar Lodra Jaya, Wikipedia

Infographic:
Ella Fitria

Video Youtube:
Hutan itu Indonesia

Ella Fitria

You may also like

0 0 vote
Rating Artikel
Subscribe
Notifikasi
guest
0 Komentar
Feedback Sebaris
Lihat semua komentar
Nasirullah Sitam
24 Agustus 2020 08:28

kayaknya makin ke sini, hutan makin sempit. Entahlah, mungkin cuma perasaanku aja. Tapi ya melihat masifnya pembangunan yang tak disertai adanya lahan hijau baru itu kurang nyaman.

Iim Rohimah
24 Agustus 2020 08:28

Sekarang memang Harus mulai peduli hutan. Apalagi inget kebakaran hutan tahun lalu. Menjaga dan merawatnya penting bgt ya mba..

Eksapedia
24 Agustus 2020 12:20

Entah kenapa kalau lihat ada alih fungsi lahan sama pembakaran hutan hawanya emosi yaa aku…
Apalagi negara kita menjadi negara ke 2 dengan hutan lebatnya di Borneo. Semoga tetap lestari yang ada disana, tentunya juga di daerah lain..
.
Dampaknya juga sangat besar dengan semakin menyusutnya hutan yaa mbak El, kalau di daerah sini paling kerasa tuh panasnya… Beuhhh.. di Banjarnegara iya pula tak ??
.
Alhamdulillah jika semakin banyak forum, komunitas atau lembaga yang peduli dengan hutan. Semoga juga masyarakat kita juga ikut andil dalam menjaga dan melestarikan hutan…

Si Bayuu
24 Agustus 2020 23:05

Semangat kalau udah bahas tentang hutan.. Kecintaan gue sama alam emnk tak terbendung.. wkwk yah walaupun nggk munafik juga kadang gue masih sepele. Kaya contoh berlebihan dalam menggunakan plastik, dll.

Hutan di Indo itu luas.. Luas banget. Tapi sayang seiring kemajuan peradaban, Kadang Hutan di seluruh dunia sering dikorbanin buat 'Alibi' keberlangsungan hidup manusia..

Saya masih inget kota tempat saya tinggal skarang. Itu dulu waktu saya SD dimana perumahan belum banyak. Ada banyak spot dimana pohon tinggi menjulang, kali masih asri. Dulu malah gue sering nyari ikan cucut atau udang di empang. Tapi skrang udh nggak ada. Hampir semuanya udah jadi rumah sama jalanan.. Agak miris sih, tapi mau gimana…

Dulu tempat di Jawa saya juga hawanya enak, dingin. Temanggung harusnya dulu lebih asri daripada yang skrang. Yah memang skrang disana masih dingin. Tapi dinginnya dulu itu lebih dingin dan lebih asik akan budayanya, skrang udh nggak begitu kental… hehehe

Sintia A.
25 Agustus 2020 02:33

Visualnya cakep-cakep banget, siihh. Pengin belajar juga untuk bikin KV semacam ini biar blognya enggak ngebosenin. Hihi. Jadi makin seru baca tulisan ini.

Agus Warteg
25 Agustus 2020 04:21

Wah mbak Ella tinggalnya dekat hutan ya, enak dong soalnya hawanya adem dan juga masih banyak hasil hutannya seperti kayu.

Banyak juga ya macam macam hutan, ada hutan produksi, hutan adat, hutan konservasi, hutan desa dan lainnya. Kalo di daerah serang Banten sepertinya hutan desa karena dikelola oleh masyarakat setempat.

Baru tahu kalo hari hutan Indonesia itu tanggal 7 Agustus. Yuk mari kita tanam pohon.

Vicky Cahyagi
25 Agustus 2020 11:13

Menarik artikelnya tentang lingkungan. Sedih hutan di Indonesia sudah banyak beralih fungsi, RTH berkurang, dan menyebabkan ketidakseimbangan alam, termasuk banjir saat penghujan dan kekurangan air saat kemarau

Yoga Akbar S.
26 Agustus 2020 00:03

Hutang lindung ini memang mengingatkan dengan pelajaran SD. Tempat perlindungan untuk flora dan fauna langka.

Berarti enak banget ya tinggal di desa? Setiap bangun pagi yang terdengar suara burung. Hawanya sejuk. Di perkotaan mah bising dengan bunyi kendaraan orang yang mau berangkat kerja.

Kalau di Jakarta, yang saya tahu hutan itu cuma mangrove di daerah Pantai Indah Kapuk. Terus agak sanaan di Bogor ada kebun raya. Ahaha.

dear anies
26 Agustus 2020 02:51

hutan dan khazanah dunia yang ada sekarang sebenarnya kita pinjam daripada generasi akan datang. kalau kita musnahkan sekarang, bagaimana mereka hendak menikmatinya kelak?

Melina Sekarsari
26 Agustus 2020 05:34

Saya termasuk orang yang nggak pernah merasakan tinggal berdekatan dengan hutan. Malah sempat lama sekali tinggal berdekatan dengan kawasan industri. Makanya, saat kemudian punya kesempatan masuk ke hutan dalam rangka pendakian, agak-agak norak saking takjubnya lihat yang hijau-hijau. Itu pun kawasan hutan konservasi, bukan hutan alami.

Semoga semakin banyak yang bergabung dalam program Adopsi Hutan ini. Terjangkau banget kan ya, mulai dari Rp 10 ribu aja.

Arif Rudiantoro
26 Agustus 2020 13:26

Hutan Indonesia Mulai Punah, yg dulu di sebut Zamrud Katulistiwa sekarang mulai memudar, Sedih semoga suatu saat hutan Indonesia kembali, khususnya yg di Kalimantan,

Tapi di Papua Alhamdullilah masih lebat, di sini jarak 1 kilo sudah hutan belantara, kalau di hutan yg di takutkan bukan hantu, atau binatang buas Tapi Masyarakat adat yg kadang langsung Tarik Panah.

Ngomong-ngomong jadi kepingin main di rumah Mbak Ella nie rumahnya masih banyak hutan Wkwkwkw

Ella Fitria
27 Agustus 2020 00:59

Makanya ayo adopsi hutan. Xixixi
Biar lahan hijau masih tetap ada 🙂

Ella Fitria
27 Agustus 2020 01:00

Iya mbak Iim. Suka sedih kl inget bencana2 yg diakibatkan ulah manusia ya. Semoga dengan adanya program adopsi hutan ini bisa bikin hutan makin lestari dan terawat

Ella Fitria
27 Agustus 2020 01:02

Iya sama Mas Eka. Akupun, rasane gelo tenan. Hhh
Di Banjarnegara masih dingin kok, apalagi pagi dan dini hari. Hihi
Kl siang ya mayan terik, tapi mending lah dibanding dg kota2 besar

Mei Daema
27 Agustus 2020 10:02

kalau udah membahas berkaitan dengan soal alam termasuk hutan selalu menarik buat saya, suka banget sama artikelnya mba detail banget kayak lagi belajar tentang ilmu lingkungan

Ella Fitria
27 Agustus 2020 12:15

tos dulu kita Mas Bayyy. ahahaha
ya memang ya, kalau tinggal di perkotaan suka sedih merasakan perubahan zaman dulu dengan zaman sekarang. Tapi alhamdulillah di desaku masih asri bangeeet, nggak ada pembangunan yang masif, yakali paling tiap tahun tahun yang bangun rumah bisa dihitung dengan jari, wkwkwk

Ella Fitria
27 Agustus 2020 12:16

masih belajar mbak Sintia, ehehehe
makasih lho yaa, yuk jangan lupa Adopsi Hutan lewat kitabisa.com

Ella Fitria
27 Agustus 2020 12:18

iya Kang Agus, mau main? sini sini, nggak ada kuntinya kok. soalnya mbak kunti udah dibawa pindah Om Satria, ahahaha
iya kang, tanggal 7 Agustus merupakan Hari Hutan Indonesia, yuk tanam tanam. atau bisa langsung Adopsi Hutan lewat Kitabisa.com 😀

Ella Fitria
27 Agustus 2020 12:19

terima kasih bang Vicky, iya memang. belum lagi masyarakat yang suka buang sampah sembarangan 🙁
semoga di luar sana banyak orang yang peduli dengan kelestarian hutan kita ya 🙂

Ella Fitria
27 Agustus 2020 12:20

iya mbaj Astria, semoga juga makin banyak orang yang sadar dan cinta dengan hutan sehingga bisa saling menjaga walaupun nggak tinggal di dalam hutan secara langsung. hhh
lagi pandemi tutup mbaak, akakakak