Beberapa hari lalu timeline ku dipenuhi oleh meme yang berisi sentilan-sentilan seputar perbedaan orang tua “bijaksana” dengan orang tua “biasa” dalam mendidik anak. Aku tersenyum, saat membaca satu dua meme karena sangat relate dengan pola asuh di lingkunganku. Memang nggak mudah menjadi orang tua “bijaksana” ya? Harus banyak belajar ilmu parenting supaya bisa masuk ke dunia anak dan memiliki kedekatan emosional serta dapat menerapkan pola asuh yang tepat.
Sebenarnya pola asuh yang tepat seperti apa sih? Menurutku pola asuh yang tepat adalah pola asuh yang nggak merampas hak anak. Kedengarannya sadis nggak sih? Merampas hak anak? Tapi tanpa sadar, banyak orang tua yang nggak memenuhi hak-hak anak terlepas dari berbagai faktor yang menghambatnya.
Sudahkah Memenuhi Hak-hak Anak Secara Mutlak?
Ilustrasi Anak yang Tidak Memperoleh Haknya atas Perhatian dan Kasih Sayang |
Memang aku belum berkeluarga dan belum memiliki anak, tetapi 3 tahun terakhir ini aku menghabiskan waktu lebih lama dengan anak-anak. Adanya pandemi membuat kami berpisah karena pembelajaran yang semula tatap muka dari pukul 07.00-14.00 WIB saat ini hanya bisa berinteraksi secara online. Kangen, sungguh kangen sekali.
Banyak cerita yang aku dapatkan dari kepolosan anak-anak mengenai kehidupan di rumahnya. Memang, latar belakang orang tua sangat mempengaruhi pola asuh. Terlepas dari bagaimana para orang tua mendidik anaknya. Aku masih ingat betul, di suatu pagi setibanya aku di sekolah, dari kejauhan salah satu anak berlari menghampiriku. Ia masih duduk di kelas 4 Sekolah Dasar di mana aku menjadi wali kelasnya.
Bu… Bu… Assalamu’alaikum?”. (Ucapnya Sambil berjabat tangan dan mencium tanganku.)
Wa’alaikumsalam.. Ada apa ya, Mas? Pagi-pagi sudah lari-lari?”. (Jawabku terheran-heran.)
Anu bu, anu. Aku mau cerita tugas diskusi dengan orang tua yang bu guru kasih kemarin. Aku mau cerita sekarang, soalnya sudah kesal banget sama mama. Aku cerita ke mama persis seperti yang bu guru bilang, kalau batu bara tuh terbentuk dari endapan organik, pembentukan batu bara juga membutuhkan waktu ratusan tahun, bla bla bla. Bu guru tahu bagaimana tanggapan mamaku? Kata mama tuh nggak penting, toh mama nggak pakai batu bara. Abis itu, mama pergi begitu saja.” (Suaranya melirih di akhir cerita).
Wah iya, nggak apa-apa, Mas. Terima kasih sudah melaksanakan tugas dari Bu Guru ya. (Buru-buru aku menanggapinya).
Bayangkan, seorang anak yang sedang bersemangat mengeksplorasi pengetahuannya namun sebagian orang tua dengan mudah mengabaikannya. Boro-boro mau menanggapi ceritanya, mendengarkan cerita anak saja enggan. Kapan anak-anak akan mendapatkan haknya secara utuh? Bukan hanya materi yang anak butuhkan, melainkan kasih sayang dan perhatian juga diperlukan.
Hak-hak Anak yang Harus Dipenuhi
Berkaca dari cerita di atas, sebagian orang tua masih saja tak memberikan hak anak secara utuh. Bahkan hanya menuntut anaknya untuk bisa ini dan itu. Nah mumpung lagi ngomongin hak anak, sebenarnya apa saja sih hak-hak anak yang harus dipenuhi? Menurutku ada dua hak anak yang sangat krusial yakni hak untuk mendapatkan perlindungan dan pendidikan yang layak.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dan Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas UU Nomor 23 tentang Perlindungan Anak, perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 serta prinsip-prinsip dasar konvensi Hak-Hak Anak meliputi:
Prinsip – prinsip dasar konvensi hak-hak anak |
- Non-diskriminasi
- Kepentingan yang terbaik bagi anak
- Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan
- Penghargaan terhadap pendapat anak
Hayo, sudahkah kita memenuhi hak-hak anak? Setiap tahun, peringatan Hari Anak Nasional seakan menjadi alarm untuk mengingatkan kita terhadap pemenuhan hak anak. Kebetulan tahun ini peringatan Hari Anak Nasional mengusung tagline ‘Gembira di Rumah’, mengingat kondisi pandemi Covid-19 yang mengharuskan kita untuk di rumah saja, termasuk proses belajar mengajar yang dilaksanakan secara daring. Kerjasama orang tua, guru, dan siswa sangat perlukan untuk menunjang keberhasilan pendidikan di masa pandemi ini dengan tetap gembira di rumah.
Terlepas dari berbagai macam hak-hak anak yang harus dipenuhi, sudah sepatutnya orang tua well educated dan secara sadar memenuhi hak-hak anak secara utuh. Barangkali adanya pandemi ini membuat orang tua memiliki banyak waktu untuk lebih dekat dalam mendampingi kegiatan anak-anak di rumah. Semoga ya.
Tunjang Pendidikan Anak Melalui Budaya Literasi
Adik kecil yang sejak dini aku kenalkan budaya literasi membaca |
Salah satu hak anak yang nggak kalah penting adalah mendapat pendidikan yang layak. Pendidikan erat kaitannya dengan dunia literasi bukan? Aku sepakat banget dengan slogan “buku adalah jendela dunia”. Memang terdengar klise, tapi buatku membaca buku menjadi terapi ampuh. Manfaat membaca buku bagi anak-anak pun sangat banyak, mulai dari merangsang kepekaan, dapat melatih kemampuan berpikir, meningkatkan pengetahuan dan wawasan, menambah perbendaharaan kosa kata, mengasah empati, dll.
Di era digital ini semakin banyak layanan penyedia “buku” digital yang bisa diakses siapa saja dan kapan saja. Buku bukan terbatas hanya berbentuk lembaran dan berwujud. Seperti inovasi Let’s Read ini yang menyediakan bahan bacaan anak digital dengan ratusan cerita bergambar. Dengan membangun pola kebiasaan budaya yang literasi, orang tua setidaknya telah berusaha dalam pemenuhan hak-hak anak dalam pendidikan.
Sama halnya penelitian The World’s Most Litarete Nations (WMLN) pernah merilis daftar panjang Negara dengan peringkat literasi di seluruh dunia. Hasil penelitian ini menempatkan Finlandia sebagai Negara paling literat. Pun Finlandia merupakan salah satu negara dengan pendidikan termaju, maka nggak bisa dipungkiri jika semua orang memiliki pola kebiasaan budaya membaca otomatis pendidikan kita akan lebih baik.
Ciptakan Kebiasaan Membaca dengan Cerita Bergambar
Nggak tahu kenapa ya, tiap kali melihat teman-temanku di media sosial mengenalkan buku-buku kepada anaknya meskipun si anak masih balita sekalipun, aku ikutan senang. Rasanya bangga banget, karena semakin banyak orang tua yang peduli dan paham mengenai hak-hak anak. Ya meski di daerahku masih sangat jarang orang tua yang demikian.
Aku juga pernah menuliskan berbagai faktor yang mempengaruhi rendahnya minat baca anak di daerahku, salah satu faktornya karena minimnya kesadaran orang tua untuk menyediakan bahan bacaan (buku) anak. Maklumlah kami hanya tinggal di desa yang jauh dari toko buku, pun faktor ekonomi juga sangat berpengaruh. Makanya saat aku mengenal aplikasi Let’s Read pertengahan tahun 2020, aku langsung mengshare link unduh aplikasi Let’s Read di facebook, ternyata beberapa orang tua di daerahku menanggapi positif dan antusias banget langsung mengunduh aplikasi tersebut untuk anaknya. Semakin senang aku tuh!
Untuk membiasakan anak ‘mau’ membaca memang diperlukan kesabaran dan strategi yang tepat supaya anak nggak merasa dijadikan ‘obyek’. Salah satunya dengan mendongeng. Nah berikut beberapa cara sederhana untuk menghidupkan dongeng dengan cerita bergambar:
Cara Sederhana Menghidupkan Dongeng dengan Cerita Bergambar |
- Pertama, sediakan bahan bacaan cerita bergambar yang disesuaikan dengan minat atau kesukaan si anak.
- Kedua, sempatkan untuk menemani anak saat kegiatan membaca, atau jika anak belum bisa membaca, orang tua dapat membantu membacakan dengan cara mendongeng. Nah supaya anak semakin tertarik, mainkan intonasi saat mendongeng seperti mengganti intonasi di setiap tokoh yang berbeda.
- Ketiga, selain mendongeng atau sekadar mendampingi anak ketika membaca usahakan berikan stimulus kepada anak. Misalnya bisa dengan mengajak anak untuk mengamati gambar-gambar yang ada di dalam cerita tersebut.
- Keempat, ajak anak untuk berdiskusi setelah membaca / mendengarkan dongeng melalui cerita bergambar. Menurutku, pembiasaan membaca menyenangkan ini nggak harus lama kok, asal konsisten setiap hari pasti anak-anak akan ketagihan dan ingin mengeksplore dongeng yang lain.
Pengalaman Menggunakan Let’s Read untuk Menghidupkan Dongeng
Aplikasi Let’s Read ini ibarat dewa penyelamat untukku, adikku, dan anak-anak bimbelku. Bagaimana nggak dewa? Let’s Read menjadi solusiku saat anak-anak merasa bosan membaca buku paket dari sekolah. Yap! Meski pandemi, bimbelku tetap berjalan seperti biasa, namun tetap menerapkan protokol kesehatan dan membatasi jumlah anak setiap harinya.
Let’s Read menyediakan cerita bergambar yang cukup lengkap, malah menurutku lengkap banget karena cerita-ceritanya sudah disesuaikan dengan tingkatan. Pun pilihan labelnya banyak sehingga bisa disesuaikan dengan jenis cerita yang disukai oleh anak. Akhir tahun lalu sebelum bimbel libur, aku mengajak anak-anak untuk menghidupkan dongeng melalui cerita bergambar dari aplikasi Let’s Read.
Menceritakan Dongeng Let’s Read melalui media Proyektor |
Sontak, mereka langsung antusias saat layar proyektor berubah menjadi cerita bergambar karena anak-anak memang cenderung menyukai dan lebih tertarik dengan cerita bergambar daripada buku cerita polosan tanpa gambar. Aku menyajikan 3 judul dongeng dengan label yang sudah aku sesuaikan terhadap minat anak-anak bimbelku, di antaranya:
Beberapa Cerita Bergambar dari Let’s Read |
Kumpulan Awan Sampah
Judul cerita Kumpulan Awan Sampah merupakan cerita yang memiliki label science, adventure, nature, serta animals. Cerita ini mengajarkan anak untuk menjaga kebersihan dengan cara membuang sampah di tempat sampah. Dalam Kumpulan Awan Sampah digambarkan dengan sekumpulan awan sampah menggantung di atas kepala Cheekoo sehingga membuatnya menjadi gadis paling nggak bahagia di dunia akibat kelakuannya.
Kucing Kubus, Kucing Kerucut
Kalau cerita bergambar dengan judul Kucing Kubus memiliki tingkat kesulitan 2. Cerita ini mengajak anak-anak untuk mengenal beragam bentuk-bentuk benda. Dengan tetap mengangkat tok