Area Kolam Taman Sari |
Taman Sari Yogyakarta – Sedari masih di atas kereta api yang melewati jalur Purwokerto – Lempuyangan, kami merencanakan akan mengunjungi Taman Sari (Water Castle) Yogyakarta keesokan harinya. Jika dihitung, mungkin sudah puluhan kali aku menginjakkan kaki di sana. Sambil mendengarkan dia menyusun itinerary selama kami di Yogyakarta, aku terus menikmati hamparan sawah dari balik jendela kereta api. Segelas pop mie yang ku genggam terlihat mengepulkan asap, bumbu pop mie merebak ke segala arah. Dia tersenyum, mengingatkanku untuk makan nasi terlebih dahulu sebelum menyantap makanan kesukaanku. Ah ya, mengingat perjalanan sebelum adanya pandemi memang sungguh mengasyikkan, terlebih dengan orang tersayang. Eh
Taman Sari Yogyakarta menjadi salah satu destinasi wisata yang kami kunjungi sebelum pandemi merebak ke berbagai wilayah, tercatat sudah 6 bulan lamanya kami menahan diri untuk bepergian. Mungkin nggak hanya kami, tapi teman-teman juga demikian. Rela membatalkan berbagai rencana yang sudah disusun matang. Nggak apa ya, semoga bulan depan kondisi sudah memungkinkan untuk kembali melangkahkan kaki, menaiki kereta api, dan juga untuk berbagi informasi destinasi wisata yang bisa dikunjungi.
Gapura Panggung |
Lokasi
Setelah selesai sarapan nasi kuning kesukaanya, kami melanjutkan perjalanan menuju Taman Sari yang berlokasi di jalan Tamanan, Patehan, Kecamatan Kraton, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Zaman sekarang mencari lokasi gampang banget ya, tinggal ketik di gmaps auto diarahkan ke pelaminan. Eh maksudnya diarahkan ke lokasi yang kita tuju. Ekekekek. Begitu kami sampai di parkiran Taman Sari, kami langsung menuju loket tiketnya dong. Sayangnya pintu gerbang loket masih tutup, padahal jam tangan sudah menunjukkan pukul 08.35 WIB. Beberapa pengunjung juga sudah mengantre, namun kami memilih menunggu sembari jajan jasuke di dekat area parkir. 25 menit berlalu, gerbang Taman Sari akhirnya dibuka.
Suasana Taman Sari Yogyakarta
Gapura Agung |
Kami bergegas ikut mengantre dan menyiapkan uang tunai untuk membayar tiket. Begitu tiket sudah di tangan, perlahan kami melangkahkan kaki menuju bangunan Taman Sari. Saat pemeriksaan tiket masuk, kami diingatkan untuk nggak mengambil video di dalam bangunan Taman Sari, semua pengunjung hanya diperbolehkan untuk memotretnya. Kami menganggukkan kepala, lantas melanjutkan menuruni anak tangga. Beberapa kali langkah kaki kami terpaksa terhenti karena mendapat tawaran tour guide, tapi kami menolaknya dengan pelan. Ya, Taman Sari memang memiliki segudang cerita sejarah yang melegenda. Konon, Taman Sari dibangun di bekas keraton lama, Pesanggrahan Garjitawati, yang didirikan oleh Susuhunan Paku Buwono II.
Begitu kami menuruni beberapa tangga, di depan sana terlihat dua kolam dengan air yang begitu jernih kebiruan. Mungkin baru saja di kuras kali ya, soalnya dulu pernah ke sana pas kolamnya lagi dikuras. Hihihi. Konon, kolam ini dulunya merupakan tempat pemandian para permaisuri. Bangunan yang masih berdiri kokoh dengan warna cat cokelat muda yang memulai memudar membuat bangunan ini makin eksotis. Kami nggak begitu lama di area kolam ini, karena tujuan awalnya adalah area Sumur Gumilang. Oya, jika kita sudah keluar dari area kolam Taman Sari maka kita nggak diperbolehkan masuk lagi ya.
Sumur Gumilang Salah Satu Spot yang Diburu Wisatawan
Sumur Gumilang |
Kami melanjutkan perjalanan menuju Sumur Gumilang dengan mengandalkan peta. Untuk menuju Sumur Gumilang ini kami harus berjalan di area pemukiman warga, banyak juga warga yang menawarkan jasa untuk menunjukkan lokasi Sumur Gumilang. Soalnya di sana memang nggak ada petunjuk jalan yang jelas, tapi tanpa tour guide pun kami berhasil menemukan Sumur Gumilang dong. Meski sudah pernah ke sana, tapi lupa banget rutenya. Wkwkwk
“Capek nggak?” tanyanya sambil menengok ke arahku.
Aku menggeleng, masih antusias berjalan di lorong Sumur Gumilang.
“Eh, foto di sini bagus nih, mau nggak? Mumpung nggak ada orang lewat” sahutnya.
Lorong Menuju Sumur Gumilang |
Aku ditawari pephotoan, ya auto pose-pose dong. Ahahaha. Sungguh sekian kali kesini baru kali ini bisa leluasa pephotoan di lorong Sumur Gumilang, meski kadang harus menunggu karena ada orang yang lewat juga. Tapi masih lumayan sepi sih, soalnya masih pagi juga. Tapi sayangnya pas masuk ke area Sumur Gumilang agak kecewa karena ruamai buanget. Dari bagian atas, tengah, bawah, semua orang sedang mengantre untuk bergantian berfoto di spot utama. Dia langsung menarik tanganku, mengajak berjalan ke sudut-sudut Sumur Gumilang sambil berharap spot utama bakal sepi. Tapi makin ditunggu malah makin banyak orang uy. Akhirnya kami memutuskan keluar dari area Sumur Gumilang karena waktu yang makin siang.
Bangunan Belakang Loket Tiket |
Harga Tiket
Begitu keluar dari area Sumur Gumilang, kami langsung mencari tempat istirahat dan menikmati segelas es untuk melepas dahaga. Saat menuju area parkir, nggak sengaja kami menemukan spot yang instagenic banget, sungguh ih. Menggemaskan, ternyata belakang bangunan ticketing kece juga lho. Sepi pula, sayangnya panasnya kebangetan. Maklumlah aku cuma anak gunung yang lebih sering kedinginan daripada kepanasan. Ahahaha, untuk harga tiket masuk Taman Sari Yogyakarta cuma Rp. 5 ribu/ orang, lalu ada tiket tambahan tiket Rp. 3 ribu/ kamera jika pengunjung membawa kamera untuk memotret.
Fasilitas Taman Sari Yogyakarta
Kebetulan saat berada di area kolam Taman Sari kami mencari toilet, namun nggak menemukan. Malah saat keluar dari area kolam kami menemukan toilet umum milik warga setempat, hhh. Untuk mushala sepertinya ada di komplek perumahan warga juga deh. Kalau teman-teman haus dan lapar banyak warung jajan yang menyediakan berbagai menu kok. Untuk kebersihan di area kolam dan area sumur gumilang mantap sih, beneran nggak ada sampah berserakan.
Semangkuk Bakso Tulmud di Depan Taman Sari
Sebelum kami melanjutkan perjalanan ke destinasi selanjutnya, kami menyempatkan jajan lagi. Soalnya nggak tahan dengan aroma bakso yang menggoda. Saat masuk ke warung tenda, tertulis “Bakso Tulmud Pak Imam”. Ternyata Tulmud itu singkatan dari Tulang Muda sapi. Nggak lama menunggu, semangkuk bakso dan segelas es jeruk sudah ada di depan kami. Aku mengambil sendok, menyesap kuah bakso yang terasa segar sekali. “Emm tulmudnya juga enak nih, nggak keras, baksonya juga kenyal, beneran enak” gumamku.